Jumat 18 Oct 2013 15:39 WIB

Industri TPT Sebut Dukungan Pemerintah Belum Optimal

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Industri tekstil, ilustrasi
Industri tekstil, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dukungan pemerintah terhadap industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dinilai belum optimal. Padahal nilai ekspor TPT terus naik dari tahun ke tahun. Hingga bulan Agustus 2013 misalnya, ekspor mencapai 8,6 miliar dolar AS atau naik 1,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. "Kami mohon untuk didorong perdagangan bilateral dengan Uni Eropa dan Amerika," ujar Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat di JIExpo Kemayoran Jakarta, Jumat (18/10).

Selama ini ekspor TPT ke Amerika Serikat dan Uni Eropa mencapai lebih dari 50 persen. Dua kawasan ini disebut sebagai pasar potensial untuk industri tekstil dan kertas. Hal ini sudah dibuktikan oleh negara Vietnam, Bangladesh dan Kamboja yang nilai ekspornya naik terus semenjak menjalin hubungan bilateral dengan kedua kawasan tersebut. Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, dimana ekspor terus turun. Indonesia juga tetap mengincar pasar ekspor lain seperti Jepang, Timur Tengah dan ASEAN. 

 

Pemerintah diminta berunding dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa. Salah satunya melalui Trans Pasific Partnership. Hal ini pernah dilakukan Vietnam di tahun 2000. Alhasil, Vietnam dapat bebas bea masuk, sedangkan eksportir Indonesia harus membayar bea masuk sebesar 13 hingga 16 persen. "Kalau kita ikuti dengan free trade dengan Amerika dan Uni Eropa, saya optimis kenaikan ekspor bisa meningkat 3 kali lipat," ujarnya.

Selain itu pengusaha tekstil meminta pelayanan publik ditingkatkan. Hal ini dirasa penting untuk menggenjot pasar ekspor. Selain itu pengusaha juga tetap mendorong perluasan pasar domestik yang nilainya sekitar  7 miliar dolar AS hingga 8 miliar dolar AS.

Sampai dengan akhir tahun ini, ekspor ke Amerika Serikat dan Uni Eropa diproyeksi surplus 4,7 miliar dolar AS. Tahun depan, pengusaha tekstil menargetkan peningkatan ekspor sebesar 13,5 miliar dolar AS hingga 14  miliar dolar AS.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement