REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kawasan Trowulan merupakan bekas kota kerajaan Majapahit yang kini berlokasi di Jalan Raya Mojokerto – Jombang, Jawa Timur, justru terancam dengan adanya rencana pendirian pabrik baja PT Manunggal Sentral Baja. Padahal, daerah itu seharusnya menjadi situs cagar budaya.
Pengusaha pabrik itu dinilai tidak mengawali pembangunan area industrinya dengan melakukan sosialisasi ke masyarakat, termasuk melibatkan Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan. Bupati Mojokerto, Suwandi diduga menjadi dalang dari semerautnya perizinan di lokasi tersebut.
Aktifis Save Trowulan, Permadi menilai, Bupati Suwandi tidak pernah konsisten dalam upaya pelestarian kawasan tersebut. “Saya percaya dengan rencana Pemerintah Provinsi yang menolak pembangunan pabrik di lokasi tersebut, namun apa Bupati Mojokerto bisa dipercaya,” kata Permadi usai melakukan diskusi bersama Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI), di Surabaya, Jumat (18/10).
Meski pembangunan pabrik itu saat ini dihentikan sementara, kata dia, pihak pengusaha justru memanfaatkan masyarakat sekitar untuk mendukung program bisnis di monumen bersejarah itu. Menurut Permadi, sejumlah warga menerima uang dari mereka untuk merobohkan Trowulan. “Kami tahu, warga hanya diperalat. Saat ini, kami hanya ingin menekankan, bagaimana nasib Trowulan ke depan,” ujar dia.
Ketua Surabaya Herritage Society, Fredy Instanto, menambahkan pokok masalah dalam kasus Trowulan adalah belum ditetapkannya kawasan itu sebagai situs cagar budaya. Dengan begitu, belum ada tameng kuat dari pihak manapun untuk mempertahankan keaslian lokasi tersebut. “Ada kepentingan politik sehingga tidak mensegerakan keselamatan Trowulan,” kata Fredy.
Ketua Dewan Pimpinan BPPI, Luluk Sumiarso menambahkan, pihaknya telah berkordinasi dengan sejumlah pihak terkait di antaranya Gubernur Jatim, Soekarwo dan Pemerintah Kabupaten Mojokerto. Menurutnya, telah ada kesepakatan untuk tetap menjaga kelestarian kawasan Trowulan. “Bupati Suwandi sudah beritikad baik untuk mencarikan lahan bagi perusaahaan tersebut,” ujarnya.
Luluk mengatakan, pihaknya hanya bertugas sebagai fasilitator, sehingga tidak ada kewenangan untuk mengarahkan kebijakan pemerintah. Menurut dia, tetap akan ada upaya kontrol agar target pelestarian Trowulan tidak melenceng.
Terlebih, kawasan tersebut masuk dalam catatan World Monumen Watch sebagai warisan budaya yang statusnya dinilai terombang-ambing. Bahkan, ada 10.978 dukungan melalui petisi online dari berbagai kalangan untuk mempertahankan kawasan Trowulan.