REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua umum Partai Demokrat Subur Budhisantoso batal berbicara dalam diskusi publik yang diselenggarakan Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) besutan Anas Urbaningrum. Apa sebenarnya yang akan dibicarakan Subur di diskusi Jumat (18/10) siang itu?
Moderator diskusi, M Rahmad menjelaskan pada Republika, tema diskusi politik itu adalah 'Dinasti dan Meritokrasi Politik Indonesia'. Diskusi sedianya mengundang tiga pembicara. Yakni pengamat politik UI Chusnul Mariyah, Subur Budhisantoso, dan anggota DPR Bambang Soesatyo. Namun Bambang dan Subur berhalangan hadir.
Subur batal hadir karena ia mengaku ada rapat di markas Badan Intelijen Negara (BIN), Jumat siang. Panitia juga mendapat informasi dari ajudan Subur, kalau yang bersangkutan sudah dijemput oleh staf BIN sejak Jumat pagi.
Apa yang akan dibicarakan Subur di diskusi tersebut? Moderator mengaku tidak tahu. Apakah Subur membawa makalah? Rahmad juga mengatakan, sampai saat terakhir Subur tidak memberitahukan akan membawa makalah.
"Kita tidak tahu apa yang akan disampaikan Prof Subur. Tapi ini kan diskusi biasa, sederhana. Tidak ada yang perlu ditakutkan," kata Rahmad.
Subur mendapat tema diskusi dari komunikasi dengan Anas yang menyatakan akan membahas hal umum soal dinasti politik dan meritokrasi politik di Indonesia. Pemberitahuan awal itu, kata Rahmad, tidak membahas hal spesifik soal dinasti politik.
Tapi moderator memang punya pertanyaan khusus pada Subur. Ini karena Subur adalah salah satu pendiri dan ketua umum Partai Demokrat pertama periode 2001-2005. Apa yang akan ditanyakan ke Subur? Rahmad menjawab, "Apakah semasa menjabat dulu Partai Demokrat ditradisikan untuk meritokrasi atau dinasti politik?" kata Rahmad.
Pertanyaan khusus ini, katanya lagi, belum pernah disampaikan ke Subur. Sedangkan kolega Subur yang jadi pembicara tunggal di diskusi itu, Chusnul Mariyah, mengatakan diundang untuk membicarakan soal dinasti politik di alam demokrasi Indonesia. Chusnul membahas soal rekrutmen politik dan amanat reformasi yang tidak dijalankan pemerintah.
Kata pengamat politik UI ini, amanat reformasi ada tiga. Yaitu memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. "Tapi yang dijalankan pemerintah sekarang hanya memberantas korupsi. Kolusi dan nepotismenya tidak. Mengapa?" katanya.