REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Nahdlatul Ulama (NU) sebagai Organisasi Kemasyarakatan berbasis massa Islam terbesar di Indonesia, menyayangkan terbitnya keputusan pelarangan penggunaan kata “Allah” untuk penyebutan nama Tuhan oleh non-muslim.
“Kami menyayangkan adanya keputusan itu, karena ahlul kitab mereka, ahlul kitab-nya Kristen dan Yahudi itu menyebut nama Tuhan dengan kata Allah,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj, Senin (21/10).
Dijelaskan oleh Kiai Said, yang membedakan Islam dengan Kristen dan Yahudi adalah adanya kemusrikan dan akhlak tak mulia.
Jika Kristen dianggap musyrik karena menyekutuhan Allah, yaitu memiliki ruhil qudus dan Yesus sebagai Tuhan selain Allah, sementara Yahudi hanya memiliki Allah sebagai Tuhan, namun akhlaknya tidak mulia.
“Di Alquran disebutkan ghoiril magdhubi alaihim, bukan jalan mereka yang dimurkai, yaitu Yahudi, dan waladhollin, bukan pula jalan mereka yang sesat, yaitu Kristen (Nasrani). Jadi Yahudi iku tauhidnya benar tapi akhlaknya tak mulia sehingga dimurkai, sementara Kristen itu tauhidnya salah sehingga disebut sesat,” jelas Kiai Said.
Kiai Said yang tercatat bergelar Doktor lulusan Universitas Ummul Qura’, Mekah, juga mengatakan, penyebutan nama Tuhan yang berbeda bisa diterapkan untuk Hindu dan Budha, yang di kitab sucinya secara jelas disebutkan berbeda.
“Tapi kami mengembalikan ini ke pemerintah Malaysia, itu hak mereka. Kami hanya menyayangkan saja,” tegas Kiai Said.