REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Baleg DPR Fraksi Gerindra, Martin Hutabarat menyayangkan sikap mayoritas legislator yang tidak menghadiri sidang paripurna membahas nasib RUU Pilpres. Karena ketidakhadiran mereka membuat nasib pembahasan RUU Pilpres terkatung-katung.
"Jangan kita takut memutuskan. Pembahasan sudah lebih dari dua tahun. Sudah bermiliar-miliar uang negara habis," katanya, Selasa (22/10).
Martin membantah fraksinya khawatir dengan angka presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden) 20 persen yang saat ini berlaku di UU Pilres Nomor 42/2008. Menurutnya Gerindra siap dengan berbagai keputusan yang akan diambil dalam pembahasan RUU Pilpres.
Hanya saja, imbuhnya, lantara RUU Pilpres diusulkan lewat sidang paripurna maka mekanisme penghentiannya juga mesti melalui persetujuan sidang paripurna, bukan melalui baleg. "Apa pun itu Gerindra menghargai. Jangan kita takut memutuskan. Gerindra ingin diputuskan bersama dalam paripurna," ujarnya.
RUU Pilpres batal dicabut dalam prolegnas hanya lantaran paripurna DPR tak mencapai jumlah untuk mengambil keputusan (tidak kuorum). Dalam pembahasan di baleg, Gerindra bersama PKS menolak pembahasan RUU Pilpres dihentikan. Alasannya, penghentian pembahasan RUU Pilpres tidak harus dihentikan karena proses pembahasan sudah berlangsung panjang dan menelan biaya besar.
Selain itu, Fraksi PKS dan Gerindra juga berpandangan, pembahasan RUU Pilpres sudah menyepakati perubahan terhadap 262 pasal yang ada di UU Pilpres. Jangan hanya karena belum ada titik temu dalam pasal yang menyangkut presidential thereshold seluruh pembahasan yang disepakati ditiadakan.
Fraksi PKS dan Gerindra mengusulkan agar pasal presidential thereshold yang menjadi satu-satunya hambatan diputuskan lewat sidang paripurna DPR.