SYDNEY -- Tahukah Anda, negara dengan bentuk pemerintahan republik terkecil di dunia? Itulah Nauru, yang dulu dikenal sebagai Pleasant Island. Penduduk negara itu, yang jumlah hanya sekitar 9.500 orang, pun masih menyebutnya demikian.
Terletak hanya satu derajat di bawah khatulistiwa dan sekitar 3.000 kilometer dari Cairns, Australia, republik terkecil di dunia itu terletak di daerah tropis.
Populasi yang kurang dari 10 ribu orang itu hidup di pesisir, sepanjang jalan raya utama yang ukurannya hanya 24 kilometer.
Dengan batas kecepatan untuk kendaraan 40 kilometer per jam, diperlukan kira-kira setengah jam untuk mengelilingi pulau itu, dan banyak waktu untuk menikmati pemandangan.
Rumah-rumah di Nauru sangat deserhana dan seringkali tampak seperti bangunan yang belum selesai. Sampah berserakan di jalan dan halaman, sementara infratruktur yang berusia puluhan tahun sudah retak-retak dan terkesan tidak terurus.
Pertambangan fosfat menyebabkan pemandangan di pedalaman terkoyak. Dan terdapat debu halus di udara yang dikeluarkan dari industri pertambangan fosfat di pulau itu.
Tapi Nauru mempunyai daya tarik bagi banyak orang. Beberapa bagian pulau itu sangat indah. Orang-orangnya menyenangkan. Mereka santai dan ramah.
Angka kriminal di negara itu rendah, menimbulkan perasaan aman.
Anak-anak dengan kaki telanjang dibesarkan di tengah keluarga besar. Komunitas sangat penting dan saling membantu merupakan etos yang dipegang teguh, yang meluas sampai ke pencari suaka.
Sistem komunikasi di pulau itu kurang canggih. Ada provider tunggal untuk jaringan HP dan layanan internet. Wi-fi tidak dapat diandalkan dan sebagian besar orang tidak memiliki komputer, maka kebanyakan akses online melalui satu-satunya kafe internet di pulau itu.
Ada penerbitan yang disiarkan pemerintah setiap dua minggu, sebuah setasiun televisi dan radio pemerintah serta program siaran dari Australia dan Selandia Baru.
Dalam isu kesehatan, diabetes tipe 2 dan penyakit ginjal dan jantung merupakan tantangan yang signifikan bagi populasi Nauru.
Pengangguran merupakan gaya hidup. Jumlah orang yang bekerja sudah meningkat selama 10 tahun terakhir, tapi mungkin masih sekitar 40 persen.
Memasuki tahun 2000an, pengangguran di Nauru adalah yang tertinggi di dunia, yaitu 90 persen.
Ketegangan soal pusat detensi
Di tahun 2001, Australia menjalin persetujuan dengan Nauru untuk membangun sebuah pusat detensi di pulau itu sebagai bagian dari Solusi Pasifik untuk memproses pencari suaka di luar Australia.
Pusat detensi itu ditutup oleh pemerintah Partai Buruh Australia yang baru terpilih di tahun 2007.
Tapi di tahun 2012, pusat detensi itu dibuka kembali menyusul kebijakan baru yang keras untuk mencegah kedatangan kapal pengungsi dan penyelundupan manusia.
Bulan Juli 2013, 80 persen bangunan pusat detensi imigrasi rusak akibat kerusuhan. (Supplied: Department of Immigration and Citizenship)
Di kalangan penduduk lokal, terdapat keinginan tulus untuk membantu para pencari suaka dan pengertian bahwa para pengungsi itu berasal dari situasi yang sulit.
Persetujuan dengan Australia juga mendatangkan manfaat finansial yang signifikan bagi negara itu dan membuka lapangan pekerjaan.
Sejak rekonstruksi tahun lalu, telah terjadi serangkaian aksi protes dan kerusuhan di kamp tahanan yang dikenal sebagai Topside.
Pada 19 Juli tahun ini, terjadi kerusuhan dan kebakaran yang mengakibatkan 80 persen pusat detensi hancur dan 118 pencari suaka dikenai dakwaan.
Insiden paling akhir itu menyebabkan perubahan sikap penduduk Nauru, yang kini merasa terancam.
Suatu persetujuan baru antara Presiden Baron Waqa dan mantan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd pada bulan Juli lalu juga menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan penduduk lokal.
Persetujuan itu memungkinkan sebagian pencari suaka yang dikabulkan permohonannya dimukimkan di pulau itu.
Berdasarkan undang-undang, orang-orang non-Nauru tidak akan pernah menjadi penduduk tetap dan tidak akan pernah memiliki tanah.