REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan melobi fraksi lain untuk dapat menyetujui perubahan UU Nomor 48/2008 tentang Pilpres. Mereka berharap, perubahan itu dapat membuat pemilu 2014 lebih demokratis dan jujur.
"Besok (Kamis, 24/10) Sidang Paripurna DPR, saya sudah komunikasi dengan partai X. Saya sampaikan perubahan undang-undang itu untuk kepentingan negara," kata anggota Fraksi PKS DPR Indra di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/10).
Indra mengatakan perubahan itu merupakan keniscayaan. Karena Indonesia butuh perubahan dan perbaikan agar Pilpres berjalan demokratis dan jujur.
Dia menilai UU Pilpres perlu diubah karena adanya perubahan pada UU Pemilu terkait lembaga, mekanisme dan aturan penyelenggaraan. "Kedua, ada yang bilang cukup dengan peraturan KPU dan ini harus dipertanyakan. Hierarki perundang-undangan tidak mengenal peraturan lembaga," ujarnya.
Indra khawatir, legitimasi pemilu 2014 dipertanyakan. Karena tidak sinkron antara peraturan penyelenggaraan pemilu dengan UU Pilpres.
Menurutnya, ada 13 substansi yang harus dikoreksi dalam undang-undang tersebut. Karenanya revisi peraturan itu tidak hanya terpaku pada pembahasan mengenai ambang batas pengajuan calon presiden atau presidential treshold (PT).
"Banyak substansi mendasar. Misalnya kami ingin tidak ada rangkap jabatan presiden menjadi ketua umum partai politik karena kerja di pemerintahan tidak akan fokus," ujarnya.
Selain itu, dana kampanye harus dibatasi dan dipertegas agar tidak ditunggangi kepentingan asing. Dia menilai apabila tidak dibatasi maka dana tersebut tidak terbatas dan dapat digunakan untuk membeli suara masyarakat.
"Ini bahaya, karena bukan hanya merusak demokrasi namun juga masuknya kepentingan asing pada presiden terpilih," katanya.
Hal lain yang perlu diatur menurut dia terkait iklan politik harus dibatasi agar tidak ada kooptasi pemilik media yang berafiliasi pada satu partai tertentu.
"Jangan sampai masyarakat diberikan pencitraan semu yang ditampilkan dalam iklan politik itu," ujarnya.