REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto menilai persoalan daftar pemilih tetap (DPT) dalam pemilu sangat krusial. Karena sebagai mata rantai, bisa menimbulkan efek berantai terhadap elemen pemilu lainnya, termasuk partisipasi pemilih.
"DPT itu akan jadi snowball bagi problem lain, termasuk partisipasi pemilih. Tingkat legitimasi pemilu akan dipertaruhkan bila DPT nya bermasalah," kata Gun Gun di Jakarta, Sabtu (26/10).
Jika pemilu diawali dengan DPT yang bermasalah dan kualitas buruk, maka kepercayaan masyarakat terhadap tahapan selanjutnya bisa terpengaruh. Sebab penyelenggara pemilu dinilai tidak dapat mengatasi masalah pada tahapan awal yang sebenarnya sangat krusial.
Apa lagi Indonesia masih didominasi oleh pemilih konvensional. Yakni mereka yang tidak terlalu mengikuti dan memahami proses pemilu. Biasanya kelompok ini hanya menangkap informasi saat terjadi masalah besar. Berbeda dengan tipe pemilih non-konvensional yang lebih melek informasi.
Sehingga bisa memaklumi dan meninjau bagaimana tahapan pemilu berlangsung. Tren penurunan partisipasi pemilih telah terjadi pada pemilu periode sebelumnya. Dikatakan, dari pemilu 1999 hingga 2004 terjadi penurunan partisipasi menjadi 87 persen. Kemudian pada pemilu 2009 partisipasi pemilih hanya tersisa 71 persen.
"Kalau tidak ada perubahan pada pemilu 2014, voters turn out ini akan meningkat. Turun 35 persen sehingga yang tersisa hanya 65 persen," kata dia.
Karenanya, ujar Gun Gun, persoalan DPT di masa lalu tidak bisa dilupakan begitu saja. Namun, dijadikan pelajaran dalam memperbaiki DPT pemilu 2014.
Selain itu, partai politik juga harus berani dalam menghadirkan inovasi dalam kontestasi politik 2014. Antara lain, dengan menghadirkan tokoh yang menginspirasi. Yang mampu mengelola harapan publik dan melakukan transformasi di tengah masyarakat.