REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menjanjikan perlindungan kepada sopir tersangka sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar, Daryono, tapi dengan syarat.
Daryono mesti mau menjadi whistleblower dengan mengungkap aset-aset milik Akil yang diduga dilakukan pencucian uang.
"Mungkin dia (Daryono) sopir jadi sulit untuk menolak permintaan atasannya. Kalau pun jadi tersangka ia bisa jadi whistleblower tinggal sejauh mana dia mau kooperatif mengenai aset lain yang masih disembunyikan, aset mana yang mengatasnamakannya dan membantu KPK untuk mengambil alih aset itu," kata Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai yang ditemui di acara Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Jakarta, Senin (28/10).
Haris menambahkan pertimbangan untuk memberikan perlindungan karena Daryono memiliki informasi penting terkait kasus yang menjerat atasannya, Akil Mochtar dalam kasus suap penanganan sengketa pilkada dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dengan dilindungi LPSK, diharapkan Daryono mau bekerjasama dengan institusi penegak hukum dengan mengungkap aset-aset milik Akil yang ia ketahui dan diatasnamakan dirinya dan di mana lokasi persembunyian aset-aset tersebut.
Mengenai Daryono yang tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK, ia menilai ada banyak faktor. Ia menyebut mungkin saja di awal-awal proses penyidikan kasus ini di KPK, Daryono masih takut untuk kooperatif dengan KPK, tapi kalau mau bekerjasama maka bisa dipertimbangkan.
Maka itu, pihaknya akan berkomunikasi terlebih dahulu dengan Daryono karena hingga saat ini pihaknya belum mengetahui keberadaannya. LPSK juga berkoordinasi dengan KPK terkait penawaran Daryono untuk dilindungi sebagai whistleblower.