REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berjanji akan menyelidiki penyebab lolosnya wanita hamil bisa menunaikan haji. Kemenkes akan menanyakan kepada dinas kesehatan Kabupaten Bogor terkait pemeriksaan calon jemaah haji (calhaj).
Hal Itu disampaikan Wakil Mentri Kesehatan (Wamenkes) Ali Ghufron Mukti, Senin (28/10). “Kami akan menyelidiki lolosnya wanita hamil bisa berangkat haji, karena sesuai aturan wanita hamil tidak boleh pergi haji kecuali kehamilannya masih muda,” kata Ali Ghufon
Diberitakan sebelumnya, Ika binti Abdurrozak, (43 tahun), melahirkan bayi perempuan di pemondokannya di wilayah Misfalah, Mekkah dengan bantuan seorang dukun. Ika yang berasal dari kelompok terbang (kloter) 14 Kabupaten Bogor itu berangkat haji bersama suaminya, Jaman (50).
Menurut Wamenkes, pihaknya akan menanyakan kepada dokter proses pemeriksaannya terhadap calhaj seperti apa, sehingga calhaj yang sedang hamil tua bisa lolos. “Jadi perihal pemeriksaan tersebut yang akan kita tanya kepada tim medis dari dinas kesehatan Bogor,” papar Ali Ghufron.
Dikatakan dia, Kemenkes perlu melakukan penyelidikan ini agar tidak terulang lagi pada musim haji yang akan datang. Karena wanita yang sedang hamil, apalagi umur kehamilan sudah tua tersebut dilarang menunaikan ibadah haji karena membahayakan calhaj itu sendiri.
Sementara itu, Kabid Kesehatan Panitia Penyelenggara ibadah Haji (PPIH), dr Fidiansjah, berpendapat ibu hamil boleh berangkat haji asalkan usia kandungan 14 hingga 26 minggu. Ia berharap pemeriksaan calon jamaah haji hamil lebih tertib lagi. “Ibu hamil itu boleh berangkat kalau usia kehamilan 14 – 26 minggu,” kata Fidiansjah.
Menurut dia, peristiwa jamaah haji asal Bogor, Ika binti Abdurrozak, yang menyembunyikan kehamilannya hingga melahirkan di pemondokan Makkah menjadi pengalaman yang berharga bagi tim medis.
“Ke depan, kita akan lebih tertib lagi untuk menanyakan pemeriksaan dengan detail. Ini pengalaman yang berharga bagi kami untuk perbaikan ke depan,” ujar Fidiansjah.
Ia menjelaskan ada sejumlah langkah-langkah yang dilakukan agar kasus serupa tidak terulang. Pertama,standar pemeriksaan calon jamaah haji di puskesmas, rumah sakit, sampai di embarkasi itu dari ujung kepala sampai ujung kaki baik ada atau tidak ada keluhan.
“Itu standard-nya kalau untuk haji. Tapi sekali lagi, dokter ‘berpikir positif’ bahwa setiap data yang disampaikan oleh jamaah, sehingga akhirnya memperpendek segala rangkaian tadi sesuai dengan keluhan. Nah ini, kalau ada orang yang berniat untuk menyembunyikan, maka akan ketemu kasus seperti ini,” papar dia.
Kedua, kata Fidiansjah, tim medis sebaiknya tidak mudah percaya dari data dari calon jamaah haji. “Walaupun ini ibadah, jangan mudah percaya 100 persen pada setiap data yang disampaikan, harus saling crosscheck, tidak sekedar data yang disampaikan secara lisan, lalu kita percaya begitu saja. Ini yang di embarkasi,” ungkap dia.
“Saya kira semua ini merupakan hikmah yang baik bagi kita agar menata lebih baik lagi,” kata Fidiansjah.