REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi menilai Kementerian Keuangan seharusnya membangun dialog terlebih dahulu dengan seluruh stakeholders serta DPR sebelum memberlakukan perubahan mekanisme kontrak tahun jamak (multiyears contract). "Khawatirnya, jika K/L tidak akuntabel dalam merencanakan dan melaksanakan program, ujung-ujungnya pasti terjadi banyak kerugian negara," ujar Uchok kepada ROL, Selasa (29/10).
Menurut Uchok, kontrak tahun jamak bukanlah milik K/L maupun Kemenkeu, melainkan multistakeholders. "Kalau stakeholder lain tidak diajak, maka akan banyak muncul pertanyaan. Pertama, Kemenkeu punya batas anggaran. Jadi, kalau semua K/L menginginkan multiyears, dari mana sumber dana Kemenkeu?," papar Uchok.
Kedua, Uchok menyebut multiyears cenderung berbentuk proyek, misalnya Hambalang.Dan proyek-proyek itu, lanjut Uchok, tidak ada kaitannya dengan kesejahteraan rakyat. "Yang dikhawatirkan adalah semua minta multiyears hanya untuk proyek dan proyek akan jadi bancakan K/L," ujarnya.
Oleh karena itu, Uchok menyebut perlu didiskusikan kembali perubahan mekanisme kontrak tahun jamak ini. "Saya kira harus diperdebatkan dulu bersama publik. Termasuk, kriteria penerima multiyears, bagaimana pengawasannya dan lain-lain," kata Uchok.
Pemerintah berencana merevisi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.Jika dalam Perpres 70 Tahun 2012, persetujuan kontrak tahun jamak harus memperoleh persetujuan menteri keuangan, maka dengan revisi tersebut, tidak diperlukan persetujuan menkeu. Nantinya, Kemenkeu akan menyiapkan pedoman (guidance) dalam mekanisme kontrak tahun jamak dalam bentuk peraturan menteri keuangan (PMK).