REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi menyita beberapa dokumen dari hasil penggeledahan di kantor dan rumah Wali Kota Palembang Romi Herton terkait dengan Akil Mochtar yang berlangsung sekitar lima jam sejak pukul 10.00 WIB.
"Disita beberapa dokumen dalam satu kardus. Belum tahu berapa jumlahnya dan dokumen apa saja yang disita," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Gedung KPK, di Jakarta, Selasa.
Masih dalam keterkaitan kasus yang sama, penyidik KPK juga menggeledah rumah dan kantor Bupati Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan Budi Antoni. "Sampai saat ini penggeledahan di sana belum selesai," ungkap Johan.
Panel hakim yang dipimpin Akil Mochtar memenangkan pasangan Romi Herton-H. Harno Jayo sebagai wali kota dan wakil wali kota setempat pada Pilkada Palembang, 20 Mei 2013.
Padahal dalam surat keputusan KPU daerah tersebut, pasangan Romi Herton-Harno Jaya mendapat suara sebanyak 316.915, sedangkan pasangan Sarimuda-Nelly Rasdiana memperoleh 316.923 suara. Setelah dilakukan penghitungan ulang, pasangan Romi Herton-Harno Jaya memperoleh 316.919 suara, sedangkan Sarimuda-Nelly Rasdiana sebanyak 316.896.
Sementara itu, terkait dengan Kabupaten Empat Lawan, panel hakim konstitusi yang dipimpin oleh Akil Mochtar mengabulkan gugatan pasangan Budi Antoni Aljufri-Syahril Hanafiah dan membatalkan Surat Keputusan KPU Kabupaten Empat Lawang yang sebelumnya memenangkan pasangan Muhammad-Ali Halimi pada tanggal 31 Juli 2013.
Dari hasil penghitungan ulang, terdapat penambahan 52 suara untuk pasangan Budi Antoni-Syahril Hanafiah dari 62.975 suara menjadi 63.027, sementara pasangan Joncik Muhhamad-Ali Halimi mengalami pengurangan 1.476 suara dari 63.527 suara menjadi 62.051 suara.
KPK menetapkan Akil sebagai tersangka penerima suap dalam dua kasus dugaan pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Lebak Banten dan Gunung Mas Kalimantan Tengah bersama sejumlah tersangka lain.
Selanjutnya, KPK menambahkan sangkaan bahwa Akil diduga menerima gratifikasi terkait perkara lain yang pernah ditanganinya di MK dengan menjerat Akil dengan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur soal penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara/pejabat/penegak hukum.
Belakangan KPK menambah sangkaan kepada Akil tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam ekspose atau gelar perkara jajaran pimpinan dan penyidik KPK sejak 24 Oktober lalu.
Ia diduga melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU No. 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan juga Pasal 3 atau Pasal 6 Ayat (1) UU No. 15/2002 sebagaimana diubah dengan UU No. 25/2003 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 KUHP Ayat (1) pidana.