REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur meminta seluruh pihak yang terlibat dalam aksi penuntutan besaran upah minimum (buruh, pengusaha, pemerintah provinsi) untuk mengutamakan musyawarah.
"Utamakan musyawarah dengan pihak-pihak terkait dengan sikap dewasa dan hati yang tulus dan pikiran jernih serta adil dan proporsional," kata Sekretaris PWNU Jatim Akh Muzakki Grad Dip.SEA MAg MPhil PhD di Surabaya, Selasa.
Ia mengemukakan hal itu untuk menyampaikan seruan PWNU Jatim atas Demo Buruh dalam upah penentuan upah minimum kabupaten/kota di Jawa Timur 2013 yang ditandatanganinya bersama Rais Syuriah PWNU KH Miftachul Akhyar dan Ketua PWNU KHM Hasan Mutawakkil Alallah SH MM.
Dalam seruannya, PWNU Jatim juga meminta kepada seluruh masyarakat Jawa Timur untuk menjaga situasi yang kondusif bagi berjalannya kehidupan bersama, karena itu seluruh pihak hendaknya menjaga aksi demo tidak berjalan anarkis dan tidak mengganggu kepentingan dan pelayanan umum serta tidak memaksakan kehendak.
Kepada seluruh jajaran pimpinan sosial dan politik di Jatim untuk tetap terlibat aktif dalam mengawal keutuhan dan ketahanan masyarakat dan tidak melakukan hal-hal yang berpotensi menjurus kepada rencana dan tindakan destruktif, yang ujungnya akan menambah beban hidup masyarakat semakin berat di tengah kenaikan harga.
Selain itu, PWNU Jatim juga menyerukan kepada aparat keamanan untuk bertindak tegas apabila ada indikasi destruktif atau anarkis. "Semua pihak hendaknya menjaga ketenangan dan ketertiban dalam masa menunggu hasil penghitungan ulang upah minimum dimaksud," katanya.
Sebelumnya, Juru Bicara Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Wilayah Jatim, Jamaluddin, menyatakan ratusan ribu buruh akan mendatangi sejumlah titik pemerintahan serta beberapa titik pusat industri di kawasan ring I Jatim.
"Kawasan industri yang disasar yakni, kawasan SIER Surabaya, PIER Pasuruan, Kawasan Industri Gresik, dan Ngoro Mojokerto. Kami ingin menunjukkan bahwa komponen pekerja adalah komponen penting dalam perusahaan, sehingga nasibnya harus diperhatikan," ucapnya.
Intinya, buruh menentang Instruksi Presiden tentang Upah Minimum yang memuat formula baru upah minimum dengan perhitungan berbasis tingkat inflasi. Untuk tahun 2014, batasan kenaikan upah minimum adalah sebesar inflasi dengan batas atas maksimal 10 persen di atas inflasi tahunan untuk industri besar, sedangkan untuk industri padat karya dan UKM maksimal lima persen.
"Di Jatim, buruh menuntut peningkatan upah layak pada 2014 sekitar 50 persen menjadi minimal Rp3 juta di wilayah ring I, dan Rp2 juta ke atas untuk buruh di wilayah luar ring I. Selain upah, mereka juga menuntut penghapusan buruh alih daya, serta dijalankannya jaminan sosial untuk seluruh rakyat," katanya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf menyoroti dampak rencana mogok nasional puluhan ribu buruh selama enam hari mulai 28 Oktober hingga 2 November 2013, karena dikhawatirkan hal itu akan berimbas pada perekonomian di provinsi paling timur Pulau Jawa itu.
"Kalau boleh mengimbau, kami harapkan tidak ada mogok nasional beberapa hari. Meski unjuk rasa merupakan hak buruh, tapi kalau ada cara lain kenapa tidak dilakukan. Tanpa turun ke jalan dan mogok kerja, kami pasti mendengarkan aspirasi buruh dan berusaha mewujudkannya," katanya.
Menurut dia, jika aspirasi bisa diputuskan di Jatim maka Gubernur Jatim Soekarwo sendiri yang akan memberikan kebijakan, sedangkan jika harus diputuskan di Pemerintah Pusat maka pihaknya akan memfasilitasi dan menyerahkan tuntutannya ke Jakarta.
"Kendati demikian, kami tidak akan melarang demonstrasi, namun hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi bila pengusaha dan buruh dapat mengambil keputusan secara bersama, tentu semuanya dilakukan secara terbuka, baik oleh buruh maupun pengusaha," katanya.