Kamis 31 Oct 2013 17:41 WIB

Direktur PT GWI: Ada Kesepakatan Uang Rp 1 M dengan Mario

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Djibril Muhammad
pengadilan tipikor
Foto: antara
pengadilan tipikor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur PT Grand Wahana Indonesia (GWI) Koestanto Harijadi Wijdaja menyebut ada kesepakatan berupa lawyer fee dengan Mario C Bernardo.

Kesepakatan uang itu untuk mengurus permasalahan Koestanto dengan pengusaha PT Buana Tambang Jaya, Hutomo Wijaya Ongowarsito.

"(Permintaan Rp 1 miliar) itu dari Mario," kata Koestanto, saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (31/10).

Jaksa menghadirkan Koestanto sebagai saksi dalam kasus dugaan penyuapan terhadap staf Mahkamah Agung (MA) terkait pengurusan kasasi perkara pidana atas nama Hutomo. Koestanto menjadi saksi dengan terdakwa Mario.

Koestanto semula menceritakan permasalahannya dengan Hutomo. Ia melaporkan Hutomo ke kepolisian dengan dugaan penipuan.

Menurut dia, Hutomo sebelumnya bersedia menjual saham. Hutomo juga akan mengurus Kuasa Pertambangan (KP) di Kabupaten Kampar, Riau, untuk menjadi  Izin Usaha Pertambangan (IUP). Untuk itu, Koestanto membayarkan uang muka Rp 400 juta. "Setelah keluar IUP. Hutomo menghilang," katanya.

Menurut Koestanto, Hutomo bersedia mengembalikan uang. Namun, janji itu tidak pernah terwujud. Sehingga Koestanto melakukan upaya hukum. Perkara Hutomo kemudian berjalan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Hasilnya, Hutomo dinyatakan bebas dari segala tuntutan (ontslag) karena dianggap merupakan permasalahan perdata, bukan pidana.

Selain di ranah pidana, Koestanto juga mengaku menggugat Hutomo dalam perkara perdata di PN Jakarta Utara. Namun, setelah mendengar putusan di PN Jaksel terkait perkara pidana, Koestanto mengaku tidak puas. Ia pun berkonsultasi dengan komisaris perusahaannya, Sasan Widjaja.

Menurut dia, Sasan menyarankan untuk bertemu dengan pengacara di kantor hukum Hotma Sitompoel and Associates. Akhirnya pada Januari 2013, Koestanto dan Sasan jadi untuk berkonsultasi ke kantor hukum Hotma.

Menurut Koestanto, Sasan terlebih dulu datang dengan membawa berkas perkara. Ia datang terlambat dan ketika ke kantor Hotma, Sasan sudah hendak pulang. Ia tidak mengetahui Sasan bertemu dengan siapa. Sementara Koestanto sendiri mengaku hanya bertemu dengan Mario.

Koestanto kemudian mengungkap permasalahannya pada Mario. Saat itu, menurut dia, Mario mengatakan ketika perkara Hutomo sudah naik ke tingkat kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum, maka pihaknya tidak bisa melakukan apapun.

Koestanto masih berupaya meminta jalan lain. "Masa kita pasrah, apa tidak ada pendapat lain," kata Koestanto.

Menurut Koestanto, Mario pertama menyarankan adanya upaya hukum ke Bupati Kampar agar IUP tidak diserahkan ke tangan orang lain. Saat itu, menurut Koestanto, belum ada kesepakatan terjadi.

Komunikasi antara dia dan Mario sempat terputus. Kemudian, ia mengatakan, Mario meminta untuk bertemu dan menginformsikannya melalui Sasan. Koestanto kemudian kembali bertemu Mario di salah satu mall di Jakarta pada Juni.

Dalam pertemuan itu, menurut Koestanto, Mario menginformasikan perkara perdata di PN Jakut sudah diputus dan PT GWI menang.

Sementara Hutomo melakukan upaya banding. Mario mengusulkan Koestanto untuk membuat kontra banding. Selain itu, menurut dia, Mario juga menyarankan kembali agar adanya upaya hukum ke Bupati Kampar. Koestanto menyangkal adanya usulan dari Mario untuk mengurus kasasi perkara pidana.

"Disampaikan Mario. Itu sudah dinaikan jaksa jadi kita tidak bisa berbuat apa-apa," kata dia.

Koestanto memang menjalin kesepakatan dengan Mario untuk membantunya melakukan upaya hukum. Tetapi bukan terkait perkara pidana. Koestanto juga setuju untuk memberikan fee lawyer Rp 1 miliar. Pembayaran itu dilakukan secara bertahap. Pertama pada 3 Juli senilai Rp 500 juta dan kemudian pada 24 Juli senilai Rp 300 juta.

Pada pemberian dana pertama, Koestanto sempat keberatan karena informasi dari Sasan, cek akan ditransfer ke rekening pribadi Mario.

Namun setelah diklarifikasi, uang itu akan diberikan secara tunai. Koestanto kemudian memerintahkan kasinya Lily Sariwati untuk mengeluarkan uang dari kas perusahaan.

Dalam persidangan, Lily mengaku menyerahkan dana Rp 500 juta dan Rp 300 juta kepada orang dari kantor Hotma bernama Deden. "Ada tanda terimanya," kata dia.

Koestanto pun mengaku meminta sekretarisnya, Heny Rusli, untuk mengirimkan dokumen yang terkait dengan perkara Hutomo, termasuk perkara pidana.

Dalam persidangan, Heny mengaku mengirimkan berbagai dokumen, termasuk memori kasasi perkara Hutomo. Dokumen itu didapat dari Fransiska.

Menurut Koestanto, Fransiska merupakan pengacara yang diminta bantuan untuk mendampinginya dalam persidangan perkara pidana di PN Jaksel.

Meskipun sudah bersepakatan dengan Mario, Koestanto mengaku belum membuat surat kuasa. Ia mengatakan, Mario menyebut surat kuasa akan diurus belakangan. Koestanto percaya. Namun setelah itu, ia belum mendapat kabar mengenai tindak lanjut pengurusan perkaranya.

Baik pengurusan perkara perdata atau pun upaya hukum ke Bupati Kampar. Ia malah mengetahui Mario sudah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 25 Juli.

Koestanto mengaku tidak mengetahui Mario memberikan uang kepada staf Pusdiklat MA, Djodi Supratman. Ia pun menyangkal, pemberian dana selama ini terkait pengurusan kasasi perkara pidana di MA.

Ia tetap bersikukuh, kerja samanya dengan Mario untuk mengurus perkara perdata dan upaya hukum ke Bupati Kampar.

Mengenai dana, Mario mengakui telah menandatangani bukti penerimaan Rp 500 juta. Namun, untuk dana Rp 300 juta, Mario mengaku dalam tanda terima bukan tanda tangan dia. Terkait pengurusan perkara, Mario tidak berkomentar.

Ia hanya menjelaskan tidak pernah menerima dokumen memori kasasi perkara pidana Hutomo. "Itu dikirim ke kantor diterima resepsionis. Tidak sampai ke saya," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement