Kamis 31 Oct 2013 19:47 WIB

10 Pengelola WK Masuk Daftar Hitam SKK

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Djibril Muhammad
SKK Migas
Foto: Migas
SKK Migas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memasukkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di 10 wilayah kerja (WK) ke dalam daftar hitam. Sebab, kesepuluh pengelola itu dianggap tidak melakukan aktivitas eksplorasi.

 

Deputi Pengendalian Komersial Widhyawan Prawiraatmadja mengungkapkan, kesepuluh pengelola tersebut minim sekali aktivitasnya. "Bahkan tidak pernah menyampaikan  rencana kerja dan anggaran (work plan and budget/ WP&B)," kata dia kepada Republika, Kamis (31/10).

 

Menurut Widhyawan, SKK Migas hanya bisa melaporkan kinerja mereka kepada pemerintah dan melakukan evaluasi. Untuk memutus kontrak merupakan wewenang Kementerian ESDM. Pemutusan kontrak juga harus menunggu ketika kontrak berakhir enam tahun dari kontrak.

 

Dia mengaku tidak bisa membeberkan identitas kesepuluh pengelola WK yang masuk pada kelompok terbawah dari enam klasifikasi yang dibuat SKK Migas, yakni tidak ada kemajuan apa pun dalam eksplorasi.

Klasifikasi itu dikelompokkan mulai dari kelompok satu yang kinerjanya bagus hingga kelompok enam yang kinerjanya tidak baik.

 

Ketika kontrak diberikan, kata Widhyawan, ke 10 WK itu mengaku sanggup secara finansial dan teknologi. Tetapi dalam kenyataan tidak demikian, mungkin karena mitra andalan mereka tidak jadi ikut dalam pengelolaan.

 

KKKS pengelola 10 WK itu, ujar dia, sepertinya menunggu pembeli. Persoalannya, mencari pembeli WK, apalagi di WK bermasalah seperti itu tidak mudah.

Kemungkinan jalan keluarnya, kata Widhyawan, para KKKS itu bisa menjual WK-nya kepada KKKS lain. SKK Migas telah berjuang keras untuk mencarikan investor yang mau mencemplungkan dananya di WK itu. Padahal, itu bukanlah tugas badan yang tadinya bernama BP Migas itu.

 

Dia menerangkan, ke 10 WK itu telah dikelola dari tiga hingga hampir enam tahun. Menurut Widhyawan, belum pernah ada pemutusan kontrak yang dilakukan sebelum masa kontrak habis karena kinerja buruk.

Sebab, aturannya harus menunggu hingga kontrak selesai baru bisa ditentukan diperpanjang atau diputus. Biasanya apabila berkinerja bagus bisa diperpanjang kembali empat tahun.

 

Selain tidak menyampaikan WP&B, para KKKS itu juga tidak membayar signature bonus kepada Kementerian ESDM. Padahal itu sifatnya wajib dan harus dilaksanakan.

 

Pihaknya, kata dia, telah menyampaikan hal itu kepada Kementerian ESDM. Bahkan hasil evaluasi enam bulanan selalu dilaporkan.

Mereka, ujar Widhyawan, harus membayar penalti kepada pemerintah karena berkinerja buruk. Penalti itu akan masuk ke dalam pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement