REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif, Akil Mochtar disebut-sebut kerap menggendalikan kasus secara sepihak dan tidak independen.
Hal itu terungkap dalam sidang pleno putusan Majelis Kehormatan Hakim Mahkamah Konstitusi (MKH MK) yang terbuka untuk umum di gedung MK Jakarta, Jumat (1/11).
Salah satunya adalah dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Banyuasin. Akil sebagai Ketua MK saat itu diduga memerintahkan Panitera MK untuk mengeluarkan surat terkait dengan pelaksanaan putusan perkara PHPU Banyuasin.
''Hakim terlapor juga diduga mengeluarkan surat yang menegaskan, surat yang dikirim ke panitera adalah atas perintah hakim terlapor,'' ucap anggota MKH MK, Hikmahanto Juwana.
Selain itu, lanjut Hikmahanto, hakim terlapor diduga juga mengadakan pertemuan dengan anggota DPR CHN di ruang kerja Ketua MK pada 9 juli 2013. CHN juga berada di tempat yang sama dengan hakim terlapor pada saat keduanya ditangkap KPK di rumah jabatah hakim terlapor pada 2 oktober 2013 karena dugaan penyuapan.
Menurut Hikmahanto, apa yang dilakukan hakim terlapor dengan kendali kasus secara sepihak membuat keputusan menjadi tidak independen.
''Keputusan itu harus independen. Perbuatan hakim terlapor telah melanggar kode etik dan pedoman prilaku hakim,'' tegasnya.