REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Konfederasi serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Muhammad Rusdi mengatakan, buruh akan tetap memperjuangkan kenaikan upah 50 persen. Alasannya, kenaikan 50 persen sudah berdasarkan hitung-hitungan secara formal.
Ia menuturkan, ketetapan upah minimum provinsi (UMP) oleh kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) seringkali tidak ditetapkan berdasarkan survei Komponen Hidup Layak (KHL) yang sesuai kebutuhan riil buruh. Rusdi mencontohkan kebutuhan tempat tinggal. Hasil survei KHL buruh harga sewa kamar tiga petak Rp 800 ribu. Namun selama ini diputuskan Rp 500 ribu.
Contoh lain transportasi. Hasil survei buruh memperkirakan Rp 600 ribu. Namun diputuskan Rp 210 ribu."Jadi, ada item kebutuhan yang tidak masuk hitungan KHL atau tidak sesuai dengan survei KHL yang dilakukan buruh," ujar Rusdi pada diskusi Polemik 'Buruh Mengeluh Pengusaha Berpeluh' SindoTriJaya FM Sabtu (2/10).
Mengenai penetapan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta Rp 2,4 juta, Rusdi menilai, hal tersebut adalah keputusan yang cacat moril dan cacat hukum. Karena menurutnya angka itu lahir tidak dengan kesepakatan perwakilan buruh di dewan pengupahan.
"Perwakilan buruh tiga kali 'walk out' dari Dewan Pengupahan DKI Jakarta karena ada arogansi dari dewan pengupahan unsur pemerintah yang dominan. Bagaimana bisa upah ditetapkan ketika perwakilan buruh tidak
hadir?" tutur Rusdi.