REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ferry Kisihandi
Merve Kavakci berurai air mata. Ia kehilangan keanggotaannya di parlemen Turki. Kewarganegaraannya pun dilucuti.
Semua berawal dari hijab yang ia kenakan. Tahun 1999, ia menghadiri pelantikan anggota parlemen dengan berhijab. Ia mewakil Virtue Party.
Perdana Menteri Bulent Ecevit yang hadir dalam pelantikan, berkata pedas. Ini bukan tempatnya untuk menentang negara. Beri tahu perempuan ini soal batasan yang harus dipatuhi, kata Bulent. Rupanya, serangan verbal terhadap Kavakci tak berhenti di situ.
Setengah anggota parlemen yang dilantik, serentak berdiri. Mereka lantang meneriakkan kata pengusiran kepada Kavakci. Keluar! Keluar, teriak para anggota parlemen itu kepadanya. Tak ingin terjadi kekacauan, Kavakci pun keluar.
Setelah 14 tahun berselang dari peristiwa itu, kini ia tersenyum. Kavakci menyaksikan buah manis reformasi. Ia ikut merasakan kebahagiaan.
Pada Kamis (31/10), empat anggota parlemen Turki melenggang ke gedung wakil rakyat itu dengan hijabnya.
Mereka adalah Sevde Beyazit Kacar, Gulay Samanci, Nurcan Dalbudak, Gonul Bekin Sahkulubey. Keempatnya berasal dari partai berkuasa, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP).
Tak ada cemoohan kepada keempatnya seperti yang pernah dialami Kavakci. Tak ada yang rugi dengan hadirnya anggota parlemen berhijab. Sebaliknya, masyarakatlah yang menang, kata Kavakci seperti dikutip laman berita Todays Zaman, Jumat (1/11).
Langkah Kacar, Samanci, Dalbudak, dan Sahkulubey mengakhiri tabu hijab di parlemen Turki. Mereka memang telah bertekad untuk mengambil inisiatif. Sebuah awalan agar hijab menjadi sesuatu yang lumrah di parlemen.
''Kami akan menyaksikan bermulanya era penting dan kami akan menjadi pionir. Selanjutnya kami menjadi standar. Ini sangat penting,'' kata Dalbudak, sebelum ia bersama tiga rekannya memasuki gedung parlemen.
Sebelumnya, mereka mengumumkan untuk berhijab setelah menunaikan haji pada Oktober lalu. Mereka sepakat mengenakan hijab ke parlemen karena memang tak ada larangan. Apalagi Turki sekarang mencabut larangan jilbab di institusi negara.
Nazli Ilicak, anggota parlemen dari Virtue Party yang pada 1999 duduk di samping Kavakci, juga menyambut langkah anggota parlemen dari AKP itu. Ia bersyukur peristiwa 1999 tak terulang. Ini perkembangan positif, kata dia.
Ia menambahkan, orang-orang kini sedikit malu dengan kejadian yang pernah menimpa Kavakci. Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Abdullah Gul berterima kasih atas diterimanya anggota parlemen berjilbab.
Ia menghargai sikap positif partai-partai di parlemen. Mereka mendukung berakhirnya larangan jilbab di parlemen. Setiap orang berkontribusi pada proses normalisasi ini. ''Saya ingin berterima kasih kepada mereka,'' kata Gul sebelum terbang ke Skotlandia.
Gerak langkah empat anggota parlemen itu merupakan kelanjutan dari reformasi Erdogan. Pada 8 Oktober 2013, ia mencabut larangan jilbab yang sudah berlaku sejak 1925. Saat itu pemimpin Turki Kemal Attaturk melarang pegawai pemerintah berpakaian terkait agama.
Dengan langkah ini, pegawai negeri sekarang bebas berjilbab. Namun, larangan masih berlaku untuk pegawai di pengadilan, kepolisian, dan militer. Namun tak lama lagi, banyak orang meyakini larangan di tempat-tempat itu juga dicabut.
Erdogan menegaskan, berakhirnya larangan jilbab itu menandai usainya masa gelap. Ia memaknainya bahwa Turki kini menuju masa demokratis. Sebab, perempuan memperoleh kebebasan untuk menentukan pakaian yang ingin mereka kenakan.
Lebih penting lagi, Erdogan kini berada di atas angin. Ia telah mampu mengatasi militer yang selama ini dikenal sebagai penjaga sekularisme. Para pengamat menyatakan, berakhirnya larangan jilbab merupakan puncak kemenangan Erdogan atas militer.