REPUBLIKA.CO.ID,
Masyarakat semakin sadar untuk mengonsumsi produk bersertifikat halal.
Memperoleh produk halal merupakan hak konsumen. Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI) Lukmanul Hakim meyakini ini. Maka, ia mendorong produsen melakukan sertifikasi halal.
Tentu agar hak konsumen terpenuhi. Tak heran bila ia meminta restoran waralaba yang produknya belum bersertifikat halal segera mengurusnya. Ia menyebut JCo Donuts, Bread Talk, Roti Boy, Papa Rons Pizza, Solaria, Coffee Bean, Starbuck Coffee, serta Baskins and Robbin.
Langkah LPPOM MUI itu diperkuat gerakan akar rumput. Lewat Halal Corner, Aisha Maharani merajut langkah simultan. Pendiri Halal Corner ini mengedukasi masyarakat. Ia mengetuk kesadaran mereka supaya lebih peduli dan memilih produk bersertifikat halal.
Kakinya ia langkahkan ke beragam kajian dan seminar. Aisha pun menyambangi sekolah, kampus, dan pameran. “Kami membahas fikih halal dan haram serta pengetahuan lainnya,” kata Aisha, beberapa waktu lalu. Ia pun sering diundang untuk berbagi pengetahuan ke kantor-kantor.
Bahkan, ia bersilaturahim dengan pengusaha kecil dan menengah. Aisha memotivasi mereka melakukan sertifikasi halal. Ia sudah bertekad menjadikan Halal Corner sebagai perwakilan rakyat Indonesia memperoleh haknya, mengonsumsi produk halal.
Lembaganya pun ia dedikasikan untuk menyampaikan edukasi, informasi, konsultasi, dan advokasi. Kini Halal Corner tersebar di delapan kota, yaitu Jakarta, Bogor, Bandung, Makassar, Batam, Aceh, Yogyakarta, dan Semarang. “Anggota tetap ada 150 orang.”
Ketua Komisi VIII DPR Ida Fauziyah mengatakan, masyarakat semakin sadar untuk mengonsumsi produk bersertifikat halal. “Semakin tinggi pendidikan mereka, kian tinggi pula kesadaran menegakkan syariat,” ujar Ida.
Untuk memenuhi kebutuhannya, konsumen akan memilih produk yang diyakini status kehalalannya. Ida berpendapat, adanya perusahaan besar yang belum menyertifikasi produknya karena beranggapan prosesnya rumit dan membutuhkan biaya banyak.
“Atau, bisa juga produsen tidak yakin produknya tidak halal dan bisa mengganggu bisnisnya,” kata Ida. Ketua Panja Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH) Ledia Hanifa Amaliah menambahkan, para produsen sebaiknya beriktikad baik.
Masyarakat, kata Ledia, perlu memperoleh jaminan bahwa makanan yang mereka konsumsi halal. Sertifikat halal dari LPPOM MUI atas produk atau restoran, membuat konsumen nyaman. Ia yakin, sertifikat halal justru akan meningkatkan omzet.
Menurut dia, ada beberapa restoran waralaba yang sudah mengantongi sertifikat halal. Mereka sadar konsumen terbesarnya adalah Muslim. Soal kehalalan harus dijamin dan kelak secara bisnis justru menguntungkan bagi usaha mereka.
Mestinya, Ledia menjelaskan, pemilik restoran lain yang belum bersertifikat mengikuti jejak rekan-rekan mereka. Ia meyakini biaya yang dikeluarkan untuk sertifikasi lebih rendah dibandingkan keuntungan setelah produk mereka dijamin halal oleh LPPOM MUI.
Pemerintah, ujar Ledia, seharusnya juga memberikan dorongan agar para pengusaha menjamin kehalalan produknya. Dengan demikian, masyarakat tak akan merasa resah. Ia pun mengatakan, sangat wajar bila konsumen Muslim mempermasalahkan soal kehalalan.
Mereka berhak memperoleh kepastian apa yang dikonsumsinya halal. “Termasuk, ketika bertanya kepada restoran apakah mereka bersertifikat halal atau tidak,” kata Ledia. Ia berharap pengusaha semakin sadar perlunya sertifikasi halal bagi produknya.
Terkait RUU JPH, Ledia mengatakan, sampai saat ini pemerintah dan DPR belum sepakat. Hal itu terkait pembentukan lembaga baru yang berwenang melakukan sertifikasi halal. Pemerintah hanya menginginkan pemeriksaan lewat laboratorium.
Sedangkan, DPR menginginkan pemeriksaan produk halal dilakukan dengan lengkap, misalnya ada auditor di dalamnya. Semua sepakat, lembaga sertifikasi ini dikelola di bawah kementerian. Namun, bentuk dan pengelolaannya seperti apa belum disepakati.