REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia menyatakan Arab Saudi akan memulangkan seluruh tenaga kerja ilegal. Sehingga TKI yang melanggar visa atau overstay, yang belum kembali mendapatkan pekerjaan, terpaksa dipulangkan dari sana.
Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa menyatakan pemerintah Arab Saudi telah selesai menjalankan program amnesti bagi warga negara asing non-prosedural di Arab Saudi. Sebanyak 101.067 TKI overstay telah mendaftar di perwakilan Indonesia semenjak 11 Mei hingga berakhir Ahad kemarin.
Sayangnya, hanya 20 ribu TKI yang memperoleh kembali pekerjaan. Sementara itu 6.200 orang akan kembali ke Indonesia dan 6.000 lainnya sedang menuju atau sudah di Indonesia.
Berdasarkan kebijakan Kerajaan, lanjut dia, semua tenaga kerja yang belum mendapat pekerjaan akan dipulangkan. Termasuk dalam hal ini, 81.067 pekerja Indonesia yang tak mendapat pekerjaan.
Sebelum dipulangkan, Departemen Paspor Arab Saudi akan menempatkan tenaga kerja ilegal di Imigration Detention Centre (Tarhil Shumaysi), 45 kilometer dari Jeddah. Kemenlu, ungkap dia, telah menempatkan petugas Indonesia untuk menjamin dan menjaga warga Indonesia hingga saatnya dipulangkan.
Selain itu, pemerintah Arab Saudi akan mengenakan denda bahkan hukuman penjara kepada majikan negara tersebut. Khususnya bagi mereka yang tetap memperkerjakan tenaga kerja ilegal.
''Sedangkan pekerja kita yang dideportasi takkan menerima denda,'' ucap dia kepada wartawan, di Kemenlu, Senin (5/11).
Sebelumnya, Marty mendapat kabar bahwa sekitar seribu TKI ilegal berkumpul dekat KJRI Jeddah. Ia pun meminta agar mereka membubarkan diri, pulang ke rumah atau mencari tempat yang aman.
Selain itu, Marty pun mengimbau kepada warga Indonesia yang masih berada di sana agar taat hukum. Sehingga bisa menjaga martabat bangsa Indonesia.
Ia juga menyatakan mulai senin, aparat keamanan Arab Saudi akan menjalankan razia. Namun razia akan dilakukan khusus di toko maupun perusahaan, bukan di kediaman warga Arab Saudi.
Walau begitu, ia berharap warga Indonesia tetap tenang dan tak menimbulkan keributan. Sebenarnya di masa lalu, Pemerintah Indonesia sudah menyediakan penerbangan sebanyak 7 ribu kursi. Tetapi hanya 716 WNI yang mau menggunakan kesempatan itu.