REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyerahkan rekomendasi ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Rekomendasi tersebut merupakan hasil rapat pimpinan nasional (rapimnas) pekan lalu di Palembang, Sumatera Selatan.
Rekomemendasi tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Umum Kadin, Suryo Bambang Sulityo mewakili puluhan anggotanya yang melakukan silaturahmi dengan presiden di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (4/11). Poin utama yang direkomendasikan tak lain penguatan ekonomi nasional menghadapi krisis ekonomi global saat ini.
Dalam paparannya, Suryo mengatakan masih banyak masalah yang dihadapi dunia usaha. Meskipun bank dunia telah mengganjar Indonesia sebagai negara dengan kemudahan usaha di urutan 120. "Rapinas menilai, dalam satu dekde kedepan, Indonesia masih harus menyelesaikan banyak masalah yang terkait dunia usaha," katanya, Senin (4/11).
Beberapa masalah dan rekomendasi yang diberikan antara lain, pemerintah harus fokus pada peningkatan produksi pangan dalam negeri agar impor bisa dikurangi. Disebutkannya, saat ini Indonesia masih mengimpor sekitar 75 persen dari kebutuhan. Suryo mengungkapkan, rapimnas Kadin juga menyambut baik paket-kebijakan-kebijakan kemudahan dunia usaha di Indonesia. Namun menurutnya perlu adanya pengawasan khusus untuk penerapan dan implementasi kebijakan tersebut kedepannya. Atas dasar itu rekomendasi pembentukan Ombustman Ekonomi perlu segera dilakukan. "Penting pengawasan, yang akan menangani dan mendengarkan pengusaha yang mengalami mall administration atau kesusahan birokrasi," katanya.
Selain itu, Kadin juga merekomendasikan untuk meningkatkan dan mengembangkan UMKM dan usaha kecil. Diharapkan sektor tersebut bisa menyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dalam hal ini, perusahaan plat merah khususnya dibidang perbangkan berperan penting. Khususnya dalam pengembangan bisnis dengan kemudahan akses keuangan bagi para pengusaha kecil.
Selain itu Kadin juga merekomendasikan pemerintah untuk menghapuskan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Harga BBM selayaknya mengikuti harga Internasional karena subsidi yang diberikan tidak tepat sasaran. "Penghematan dialihan untuk subssidi masyarakat tidak mampu dan peningkatan infrastruktur," katanya.