Senin 04 Nov 2013 19:58 WIB

Ahmad Dimyati Minta Kapolri Bentuk Densus Antikorupsi

Red: Heri Ruslan
Pejabat baru Kapolri Komjen Pol Sutarman mengucapkan sumpah jabatan saat pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (25/10).
Foto: Antara/Prasetyo Utomo
Pejabat baru Kapolri Komjen Pol Sutarman mengucapkan sumpah jabatan saat pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (25/10).

REPUBLIKA.CO.ID,  PANDEGLANG -- Anggota DPR Ahmad Dimyati Natakusumah meminta Kapolri Komjen (Pol) Sutarman segera membentuk Densus Antikorupsi.

"Saya sangat mendukung gagasan Kapolri untuk membentuk Densus Antikorupsi dan berharap agar segera direalisasikan," katanya di Pandeglang, Senin.

Untuk itu, ia mengharapkan agar Sutarman segera menyusun draft aturan dan tata kerja dari Densus Antikorupsi tersebut, sehingga diharapkan tahun depan sudah terbentuk.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR itu juga menyatakan, pembentukan Densus Antikorupsi tidak akan menjadikan pemberantasan korupsi tumpang tindih dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Tidak akan ada tumpang tindih, karena aturannya jelas. KPK menangani korupsi dengan nilai Rp1 miliar ke atas, sedangkan Densus Antikorupsi di bawah Rp1 miliar," katanya.

Dimyati juga menyatakan, korupsi sudah sangat parah terjadi di Indonesia, maka untuk memberantasnya perlu dilakukan secara "keroyokan".

"Tidak bisa kalau kita hanya mengandalkan KPK dengan segala keterbatasannya termasuk kurangnya personel, maka memang perlu ada institusi lain yang membantu," ujarnya.

Ia juga menyatakan, praktik korupsi yang saat ini sudah terungkap dan pelakunya ditangkap sangat sedikit sekali kalau dibandingkan dengan jumlah tindak kejahatan tersebut.

"Kalau menurut saya yang sudah terungkap dan pelakunya ditangkap tidak lebih dari lima persen, jadi masih sangat banyak yang harus ditangani," ujarnya.

Praktik korupsi, kata dia, dilakukan oleh tiga elemen, yakni pengusaha hitam yang selama ini bertindak seolah-olah sebagai "pejuang" atau tokoh dan berusaha memajukan masyarakat.

Kemudian, kata dia, korupsi juga dilakukan secara kerja sama di kalangan pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif bahkan dilakukan secara kolaborasi oleh kedua lembaga tersebut.

"Ketiga korupsi justru dilakukan oleh oknum penegak hukum, dan paling berbahaya ketika penegak hukum ikut berkolaborasi dalam praktik KKN ini," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement