Oleh Nashih Nasrullah REPUBLIKA.CO.ID, Aisyah mengisahkan, seperti diriwayatkan Bukhari Muslim, hari Asyura adalah hari kesepuluh dari Muharam. Pada hari ini, konon Suku Quraisy telah berpuasa.
Demikian juga, Rasulullah di masa Jahiliah. Ini berlangsung hingga Rasul pindah ke Madinah. Karenanya, puasa Asyura pada masa pertama setelah hijrah masih berlaku wajib. Ini seperti tertuang di hadis Salamah bin al- Akwa’.
Status wajib ini beralih, setelah perintah puasa Ramadhan turun pada tahun kedua Hijriah. Dengan demikian, kewajiban Ramadhan telah menghapus kewajiban puasa Asyura yang hanya dihukumi sunah. Meskipun sunah, keutamaannya tak boleh dilupakan. Abu Hurairah menukil sebuah riwayat tentang keistimewaan puasa Asyura.
Dijelaskan bahwa puasa yang lebih utama setelah Ramadhan ialah puasa di bulan Muharam. Dan, shalat yang lebih utama derajatnya setelah shalat wajib ialah shalat tahajud. Imam Nawawi menjelaskan, mengapa Rasul lebih tampak berpuasa Sya’ban dibandingkan Muharam.
Menurutnya, bisa jadi ini karena beberapa faktor, misalnya keutamaan puasa Muharam itu terungkap di akhir hayatnya hingga ia belum sempat berpuasa atau karena ada uzur, seperti bepergian ataupun sakit. Ada banyak keutamaan berpuasa Muharam.
Riwayat Abu Qatadah al- Anshari menyebut, puasa Asyura menutupi dosa tahun lalu. Dosa yang dimaksud itu, menurut Imam Nawawi, adalah dosa kecil dan bukan dosa besar. Keutamaan lain, seperti dijelaskan oleh Ibnu Abbas.
Ia mengatakan bahwa tidaklah Rasulullah berpuasa dan mencari keutamaannya atas harihari lain, kecuali puasa pada hari ini (Asyura). Dan, tentunya, berpuasa Asyura adalah bentuk mengikuti sunah Nabi Musa AS atas rasa syukur telah diselamatkan Allah dari kejaran tentara Firaun.
Tradisi berpuasa Asyura ini pun ditradisikan dengan baik di kalangan sahabat dan anak-anak mereka. Ar- Rabi’ bin Afra’ mengatakan bahwa Rasulullah memerintahkan utusan pada pagi hari Asyura di desa-desa Anshar sekitar Madinah.
Rasul menyerukan, siapa yang telah berpuasa agar melanjutkannya dan barang siapa yang belum berniat puasa saat itu, segera meniatkan diri dan ikut berpuasa. Sejak itu, para sahabat selalu berpuasa Asyura dan mengajarkan anak mereka. Anak-anak tersebut diajak ke masjid dan diberikan mainan.
Bila mereka menangis, mainan itu diberikan kepada anak-anak tersebut hingga datang waktu berbuka. Ibnu Qoyyim dalam kitab Zaadul Ma’aad mengatakan, berdasarkan sejumlah riwayat yang ada, ada tiga urutan puasa Asyura, yaitu urutan pertama, ialah puasa tiga hari.
Puasa ini dilakukan tanggal 10 ditambah sehari sebelum dan sesudahnya (9,10,11). Menurutnya, ini yang paling sempurna dan memiliki banyak dasar hadis. Urutan kedua, puasa tanggal 9 dan 10. Dan ketiga, puasa satu hari saja, yaitu pada 10 Muharam.