REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bersama kalangan dunia usaha mengadakan rapat koordinasi terkait pembahasan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI) di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabut (6/11). Rapat dipimpin oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Ditemui sebelum memimpin rapat, Hatta mengatakan rapat ini merupakan tindak lanjut setelah pembahasan DNI tuntas di tataran eselon I kementerian/lembaga (K/L) terkait. "Sekarang, kita akan mendengarkan juga dari dunia usaha. Jadi, semua harus didengarkan dan semua harus baik bagi kepentingan nasional," ujarnya.
Menurut Hatta, terbukanya beberapa sektor untuk investasi pada dasarnya memiliki tujuan yang baik. "Tapi, kepentingan-kepentingan nasional juga harus dijaga," kata Hatta.
Apa saja yang sektor yang diinginkan untuk dibuka bagi investor? Hatta enggan memberi penjelasan rinci. "Nanti lah. Yang jelas, beberapa hal yang terkait UU, tentu tidak bisa diapa-apakan. Misalnya di UU Hortikultura kan ketat sekali," kata Hatta.
Sementara untuk industri minuman beralkohol akan tertutup bagi investor pendatang baru. Sedangkan untuk investor sudah ada, perluasan usaha diperbolehkan. "Ini dikaitkan dengan kepentingan-kepentingan. Misalnya perhotelan, jangan sampai mengimpor. Intinya itu," ujar Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Ditemui terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menambahkan terdapat sejumlah sektor yang diusulkan pengusaha antara lain ritel, film, logistik dan lain-lain. "Ini kita lagi mau bicarakan. Ada beberapa persoalan yang harus segera diputuskan," ujar Sofjan.
"Ya kita mau lihat yang mana kita betul-betul butuhkan yang mau dibuka. Kalau orang Indonesia bisa, kita mau nggak dibuka? Sehingga hak-hak tertentu, kita bisa jadi mayoritas," tambah Sofjan.