REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyusul kejadian penembakan satpam sebuah rumah toko di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat oleh seorang anggota Brimob, pemberian senjata api untuk anggota Polri perlu lebih selektif,
"Untuk mengantisipasi penyalahgunaan senjata, pemberian senjata api ke depan harus lebih selektif. Selain tes psikologi, pemberian senjata api juga harus disesuaikan dengan penggunaannya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombespol Rikwanto Rikwanto di Jakarta, Rabu (6/10).
Rikwanto mengatakan anggota Polri yang dibekali senjata api sudah menjalani tes psikologi setiap tahun. Apabila dari tes tersebut, ada anggota yang tidak tepat membawa senjata, maka yang bersangkutan tidak akan dibekali senjata api.
Terkait kejadian penembakan satpam bernama Bachrudin oleh anggota Brimob Briptu WW, Rikwanto mengatakan saat itu yang bersangkutan tidak membawa senjata dalam kondisi terisi penuh peluru.
"Dia hanya membawa tiga butir peluru dalam revolvernya. Karena niatnya hanya menakut-nakuti, dia pikir yang akan bergerak ke pelatuk revolver yang kosong. Sebenarnya pun senjata kosong pun tidak diperbolehkan diarahkan ke orang lain. Itu sudah prosedur standar operasional," ujarnya.
Sebelumnya, polisi sedang menyelidiki kasus penembakan tenaga keamanan sebuah ruko di kawasan Cengkareng oleh seorang anggota Brimob yang terjadi Selasa (5/11) pukul 18.30 WIB.
"Empat orang sudah dimintai keterangan terdiri atas warga sekitar dan tenaga keamanan di ruko tersebut. Barang bukti yang diamankan berupa proyektil dan senjata jenis revolver. Saat ini pelaku sudah diamankan di Polres Metro Jakarta Barat," kata Kombespol Rikwanto.
Rikwanto mengatakan kejadian itu bermula saat Briptu WW datang dan mendapati salah satu satpam bernama Bachrudin tidak ada di tempatnya bertugas.
WW sejak 2009 memang dimintai bantuan menjadi pembina dan mengawasi satpam oleh koordinator keamanan ruko tersebut. Setelah bertemu dengan Bachrudin--yang berdasar laporan tak ada di pos karena buang air kecil--, WW kemudian menegur dan menanyakan dia dari mana saja.
WW juga memarahi Bachrudin dan memberi hukuman berupa "push up". Karena merasa tidak bersalah, Bachrudin menolak melaksanakan hukuman itu. "Pelaku kemudian mengambil senjata api untuk menakut-nakuti Bachrudin. Namun, senjata itu meletus dan pelurunya mengenai dada korban," tutur Rikwanto.