REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Unit Kebudayaan Universiti Sains Islam Malaysia (USIM), Ismail Ahmed, membantah bahwa negaranya mengeklaim tari pendet yang merupakan tarian pemujaan umat Hindu dari Bali itu.
"Bagaimana kami bisa dikatakan melakukan klaim, padahal kami sendiri tidak pernah tahu pendet itu seperti apa, bahkan melihat pun tidak pernah. Oleh karena itu, kita harus melakukan kolaborasi seperti ini agar terjadi kongsi (persatuan)," katanya di Surabaya, Rabu (6/11).
Di sela mendampingi 44 mahasiswa USIM yang melakukan "Silang Budaya" (Cultural Exchange) di Universitas Narotama (Unnar) Surabaya, dia menduga konflik terkait dengan pendet itu diciptakan orang luar untuk merusak hubungan Malaysia dan Indonesia sebagai bangsa serumpun.
"Untuk kongsi itulah, kami melakukan silang budaya untuk mengangkat kembali budaya tradisional Nusantara. Kami sudah ke Medan dan Jakarta untuk tujuan yang sama. Maka, sekarang ke Surabaya," katanya.
Menurut dia, lawatan budaya itu penting untuk menangkal masuknya budaya Barat ke bangsa-bangsa Nusantara seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura, meski nantinya kongsi juga dikembangkan untuk kerja sama akademik, baik pembelajaran maupun riset.
"Kami mengutamakan lawatan budaya karena budaya itu merupakan medium yang paling mudah untuk menumbuhkan keakraban. Selain itu, budaya itu merupakan medium yang bisa dinikmati siapa saja," katanya.
Dalam "Silang Budaya" itu, puluhan mahasiswa USIM juga menampilkan tarian piring, dikir barat, zapin, dan joget lambak. Sementara itu, pihak Unnar mempersembahkan tarian pendet (Bali), tarian jejer (Banyuwangi), remo (Surabaya), dan reog Ponorogo.
Ia mengaku ada beberapa budaya di Malaysia yang mirip dengan Indonesia karena bangsa serumpun. "Reog Ponorogo hampir sama, ya, dengan barong di 'Malaysie'," kata mahasiswa ekonomi USIM yang mengaku baru tahu tentang reog itu.