Rabu 06 Nov 2013 23:22 WIB

Masjid Al Maghfiroh Indramayu, Benteng Keimanan Pedagang Pasar

Rep: lilis/ Red: Damanhuri Zuhri
Shalat berjamaah (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supri
Shalat berjamaah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Rasulullah SAW bersabda, ‘’Sebaik-baik tempat adalah masjid dan sejelek-jelek tempat adalah pasar.’’ Melalui hadis tersebut, Rasulullah mengingatkan umatnya mengenai keutamaan masjid dan keburukan dari pasar.

Meski demikian, manusia tidak bisa dilepaskan dari pasar. Pasar menjadi tempat transaksi jual beli berbagai kebutuhan hidup. Pasar pun menjadi tempat mencari nafkah bagi para pedagang.

Karena itu, keberadaan pasar mestinya tidak bisa dilepaskan dari masjid. Dengan demikian, warga pasar, baik pedagang maupun pembeli, dapat selalu ingat kepada Allah SWT meski mereka sedang beraktifitas jual beli.

Menyadari hal tersebut, para pedagang di Pasar Baru Indramayu pun menghidupkan Mushalla Baiturahman yang ada di dalam pasar.

Setiap masuk waktu shalat, adzan berkumandang dari mushalla. Suara adzan yang terdengar ke setiap sudut pasar, mengajak warga pasar untuk shalat berjamaah.

Selain itu, setiap hari Sabtu, di mushalla tersebut diadakan pengajian majelis taklim. Begitu pula saat peringatan hari besar Islam. Tak hanya para pedagang, kegiatan itu juga diikuti oleh masyarakat dari berbagai daerah.

‘’Namun sayangnya, mushalla itu tidak bisa digunakan untuk shalat Jumat,’’ kata Ketua DKM Mushalla Baiturahman, Kyai Mahfudz, Rabu (6/11). Karenanya, saat akan shalat Jumat, para pedagang berpencar ke berbagai masjid di luar pasar.

Menyadari pentingnya arti masjid, atas inisiatif Kapolsek Indramayu, yang saat itu dijabat Kompol Agus, para pedagang sepakat mendirikan masjid.

Lokasinya, tepat di depan pasar, yang bersebelahan dengan Mapolsek Indramayu. Di tempat itu, ada lahan kosong yang berstatus tanah bengkok milik desa (Kelurahan Karangmalang).

‘’Dengan Bismillahirahmanirahim, kami bangun masjid. Kami buat kepanitiaan, yang semuanya warga (pedagang) pasar,’’ tutur Mahfudz.

Mahfudz mengatakan, warga pasar pun bergotong royong mengumpulkan dana untuk membangun masjid. Semuanya murni swadaya tanpa ada bantuan dana dari pemerintah.

Sebelum proses pembangunan masjid dimulai, warga pasar menentukan arah kiblat terlebih dulu. Hal itu dimaksudkan agar masjid memiliki arah kiblat yang benar.

Setelah melalui proses pembangunan sekitar lima tahun, masjid yang diberi nama Masjid Al Maghfirah itu akhirnya diresmikan pada 2013. Masjid yang bisa menampung jamaah sedikitnya 150 orang itu, menjadi kebanggaan warga pasar.

Selain tempat shalat berjamaah lima waktu, Masjid Al Maghfirah pun menjadi tempat penyelenggaraan shalat Jumat bagi warga pasar maupun warga setempat. Masjid pun digunakan sebagai tempat peringatan hari besar Islam.

‘’Ke depan, di masjid ini juga akan dilaksanakan kegiatan majelis taklim secara rutin,’’ tutur Penasihat DKM Masjid Al Maghfirah itu.

Mahfudz mengungkapkan, para pengurus DKM Masjid Al Maghfirah seluruhnya adalah kaum muda, terutama para pedagang pasar. Hal itu dimaksudkan agar ada regenerasi dalam kepengurusan masjid.

‘’Orang-orang tuanya hanya mengawasi. Jika (kaum muda) melakukan kesalahan, kami luruskan,’’ tutur Mahfudz.

Mahfudz menambahkan, meski kini sudah ada Masjid Al Maghfirah, mushalla Baiturahman tetap difungsikan sebagaimana biasanya. Syiar Islam yang semula terpusat di mushalla, kini dibagi pelaksanaannya dengan di Masjid Al Maghfirah.

Seorang pedagang pasar, Abdullah, mengaku sangat bangga terhadap Masjid Al Maghfirah. Masjid itu berdiri berkat sumbangsih para pedagang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement