REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Belanda mulai melirik pembantaian yang dilakukan tentaranya di Kota Rengat dan Lirik, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau pada 5 Januari 1949 yang telah menewaskan korban sekitar 2.600 orang warga setempat.
"Melalui Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) sedang memperjuangkan korban pembantaian yang dilakukan tentara Belanda di Indragiri Hulu yang sudah jelas melanggar Hak Azasi Manusia (HAM)," ujar Susilowadi, melalui sambungan telepon dari Pekanbaru, Rabu.
Susilowadi yang menjabat sebagai Ketua Ikatan Keluarga Besar Masyarakat Indragiri (IKBMI) menjelaskan, dalam waktu dekat perwakilan KUKB di Jakarta meninjau langsung ke Riau untuk mendata peristiwa korban pembataian di Rengat.
Dunia internasional tidak menginginkan adanya pembantaian di Rengat dan Lirik lebih dasyat dilakukan dari peristiwa di Rawagede, Jawa Barat, pada tahun 1945-1949 dan peristiwa Westerling, Sulawesi Selatan, pada tahun 1946-1947.
Menurut perkumpulan keluarga korban dalam peristiwa Rawagede, jumlah warga yang tewas mencapai 431 orang. Tetapi pihak Belanda mengatakan jumlah yang tewas hanya 150 orang.
Sedangkan dalam peristiwa Westerling telah mengakibatkan 40 ribu orang tewas dan menurut laporan media Belanda mengatakan, kasus tersebut memakan korban jiwa antara 3.000 hingga 5.000 orang.
"Alhamdullilah, seperti gayung bersambut. Perjuangan untuk para suhada dan keluarga korban pembantaian pasukan spesial Belanda terkait tentang agresi yang mereka lakukan di Rengat pada 5 Januari 1949, menjadi tidak sia-sia," katanya pria yang akrab disapa Bang Illo.
Putera daerah Riau kelahiran Rengat tersebut menyebutkan, bahwa pada Sabtu (3/10) dini hari sekitar pukul 00.25 Wib, dia dihubungi lansung Mw Y Rieger-Rompas selaku Sekretaris Yayasan KUKB.
"Tak lama kemudian, Ketua Yayasan KUKB Jeffry Pondaag langsung dari Belanda menghubungi saya. Dia katakan, bahwa dalam waktu yang sesingkat-singkatnya tim akan segera melakukan kunjungan ke Kota Rengat," ucapnya.
Tim itu segera memerintahkan kuasa hukum KUKB melakukan gugatan terhadap pemerintah Belanda. "Pihaknya mengimbau anak cucu atau para korban pembantaian yang berhasil selamat, agar mendaftarkan diri ke Kantor Legiun Veteran Cabang Rengat," katanya lagi.
Sebelumnya pemerintah Belanda memberikan ganti rugi terhadap keluarga korban pembantaian yang dilakukan tentara mereka di Rawagede dan Westerling pada periode pendudukan antara tahun 1945 sampai 1949.
Yayasan KUKB pendamping kasus ini mengatakan ada sepuluh janda korban penembakan Westerling yang akan menerima ganti rugi sebesar 27.000 dolar AS atau sekitar Rp277,6 juta per orang.