REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Tokoh muda Sunda Moch Jumhur Hidayat mempertanyakan eksistensi etnis Sunda di kancah perpolitikan nasional karena berbagai entitas suku terbesar kedua di Indonesia, suku Sunda belakangan ini justru nyaris hilang dari percaturan politik nasional.
"Hampir tak ada tokoh etnis Sunda yang disebut-sebut akan melanjutkan estafet kepemimpinan nasional. Di mana orang Sunda dalam kancah perpolitikan nasional?," kata Jumhur Hidayat, dalam siaran persnya, Kamis.
Dikatakan dia, selama ini Presiden RI berasal dari etnis jawa, wakil presiden juga dari etnis jawa, lalu Ketua DPR orang Palembang, Ketua DPD dari padang, Ketua MA asal Makasar dan Ketua MK dari Bangka-Belitung.
"Maka Ini harus jadi pemikiran bersama kita sebagai orang Sunda," katanya.
Ia menuturkan, ada semacam pernyataan tak tertulis bahwa Presiden RI mesti orang Jawa karena ia adalah suku terbesar di Indonesia namun kenapa tak ada pemikiran di benak kita bahwa orang Sunda harusnya jadi Wapres, karena dia suku kedua terbesar.
Jumhur yang menjabat sebagai Ketua BNP2TKI menyatakan survei capres saat ini pun tak menyebut-nyebut nama tokoh Sunda.
"Sebut tiga besar, tak ada orang Sunda. Lihat di lima besar, gak ada juga. Sepuluh besar, sama juga nihil orang kita. Mungkin di seratus besar baru ada, jumlahnya pun bisa dihitung dengan jari," katanya.
Pernyataan seperti ini, menurut Jumhur, jangan dinilai sebagai pandangan rasialis atau mengedepankan kesukuan seraya menegasikan nasionalisme dan ini lebih kepada pertanyaan-pertanyaan alamiah yang mesti dijawab oleh warga Sunda sendiri.
"Betapa sesungguhnya orang Sunda bisa manggung di pentas politik nasional, seraya memperjuangkan aspirasi daerahnya. Siapa lagi yang akan membawa aspirasi bagi kemaslahatan warga Sunda atau Jabar pada umumnya, jika bukan kita orang Sunda juga," katanya.
Hari ini Moch Jumhur Hidayat memberikan orasi ilmiah pada puncak acara Dies Natalis Fakultas Ilmu Budaya Unpad.