REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berkomitmen menjalankan undang-undang no 4 tahun 2009 tentang larangan ekspor mineral dan batubara (minerba). Hal serupa juga diminta kepada perusahaan tambang di Indonesia. Hanya masih banyak perusahaan tambang yang mangkir menjalankan UU tersebut.
"Kami di seluruh unit pemerintahan baik Kementerian Keuangan, Perdagangan dan Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bertekad menjalankan UU tersebut. Tapi kita juga realistis sudah jalan lima tahun teman-teman saja yang tidak sadar," ujar Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurti, Kamis (7/11).
Aturan tersebut menyebutkan perusahaan wajib membangun pabrik pengolahan bijih mineral atau smelter. Namun sampai saat ini, baru beberapa perusahaan tambang yang menaati peraturan tersebut. Bahkan perusahaan seperti Newmont dan Freeport baru membangun 30 persen smelter.
Awalnya Kementerian Perdagangan khawatir UU ini akan membuat shock ekspor perdagangan mineral. Namun setelah pasar dipantau, kondisi tersebut tidak seburuk yang dibayangkan.
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan, perusahaan yang mau tunduk pada UU dan membangun smelter akan diberi insentif berupa kebolehan mengekspor bahan mentah. Saat ini terdapat 28 perusahaan tambang baru yang berkomitmen membangun smelter di Indonesia.
Sebanyak 15 diantaranya akan merampungkan pembangunan smelter sebelum 2015. Empat perusahaan sudah membangun 10 persen. Empat perusahaan lain sudah 20 persen. "Yang di atas 60-70 persen itu ada 15 perusahaan," ujar Susilo.
Susilo meminta perusahaan tambang tidak mengakali kebijakan pemerintah terkait pembangunan smelter. Kementerian telah menunjuk tim untuk melakukan pengecekan perusahaan tambang mineral yang berkomitmen membangun smelter. Secara berkala, tim akan mengawasi perkembangan pembangunan smelter.