REPUBLIKA.CO.ID,BIMA--Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) Brigjen Pol Mochammad Iriawan mengakui, seorang yang diduga teroris dan sempat bersembunyi di Bima, Pulau Sumbawa, belum bisa ditangkap karena terus berupaya kabur dari kejaran Densus 88 Antiteror Mabes Polri.
"Belum, tapi tetap dikejar, mungkin masih dalam wilayah itu (Pulau Sumbawa), mungkin juga sudah keluar," kata Iriawan, ketika dikonfirmasi wartawan di sela-sela kesibukannya mendampingi Wakapolri Komjen Pol Oegroseno, pada 'Senior Official Meeting' (SOM) ke-6 antara Polri dan AFP, yang digelar Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, NTB, Kamis.
Pada SOM Polri dan AFP ke-6 yang digelar di Pulau Lombok, Indonesia, 6-9 November 2013, delegasi Polri dipimpin oleh Wakapolri Oegroseno, dan delegasi AFP dipimpin Deputy Commissioner Michael Phelan APM.
SOM ke-6 itu mengevaluasi hasil pelaksanaan kegiatan kerja sama berdasarkan hasil SOM Polri-AFP ke-5 di Melbourne, Australia, dan usulan rencana kegiatan kerja sama yang akan dilaksanakan pada periode 2014-2015.
Pada 22 Oktober 2013, Iriawan mengatakan, Densus 88 Antiteror Mabes Polri masih mengejar seorang teroris yang ditengarai bersembunyi di Pulau Sumbawa, setelah sebelumnya menangkap seorang teroris berinisial IS (35), di Kota Bima, pada Jumat (18/10).
"Masih ada seorang lagi yang dikejar Densus 88 Mabes Polri di Bima, tapi belum tahu apakah terduga teroris itu masih di Bima, Pulau Sumbawa atau bagaimana," ujarnya.
Iriawan mengatakan, sejak beberapa bulan lalu Mabes Polri menginformasikan bahwa dua orang terduga teroris tengah bersembunyi di Bima, Pulau Sumbawa, sehingga dilakukan pengintaian.
Setelah pengintaian berbulan-bulan, akhirnya dapat menangkap seorang diantaranya yakni IS (35), di Jalan Gajah Mada Kelurahan Pena To'i, Kecamatan Mpunda, Kota Bima.
IS yang dikenal masyarakat setempat berprofesi pedagang es campur sejak sebulan sebelumnya itu ditangkap ketika sedang berada di jalan protokol yang dijadikan tempat berjualan es dan bakso di Kota Bima, selepas Salat Jumat.
Terduga teroris itu sempat hendak melawan saat dibekuk, namun akhirnya dapat dilumpuhkan tim Densus 88, tidak dengan senjata. "Kami (Polri) ingin para teroris itu ditangkap hidup-hidup, agar bisa membuka jaringan terorisnya. Makanya, dilakukan pengintaian berbulan-bulan," ujarnya.