Kamis 07 Nov 2013 23:45 WIB

Soal Penyadapan, RI Diminta Tinjau Kerja Sama dengan AS-Australia

Rep: Dyah Ratna Meta Novi/ Red: Dewi Mardiani
Ramadhan Pohan
Foto: Puspa Perwitasari/Antara
Ramadhan Pohan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR, Ramadhan Pohan, mengatakan kecewa terhadap Amerika Serikat (AS) dan Australia yang melakukan penyadapan terhadap pemimpin  manca negara, termasuk Indonesia. Penyadapan ini disebutkan  dalam dokumen Edward Snowden.

"Australia dan AS tidak membantah adanya penyadapan tersebut. Ini berarti indikasi benar ada penyadapan, saya kecewa dan protes keras kepada pemerintah AS dan Australia," kata Ramadhan, Kamis (7/11).

AS dan Australia, ujar Ramadahan, selama ini sudah menjalin hubungan bilateral tertinggi dengan Indonesia. Dengan penyadapan, berarti AS dan Australia tidak konsisten bersahabat Indonesia. "Persahabatan dan kemitraan yang selama ini ada ternyata palsu, sandiwara, basa-basi. AS dan Australia mengabaikan peran sentral Indonesia dan Asean di Asia Pasifik," terang Ramadhan.

Konvensi Vienna, kata Ramadhan, menentukan code of conduct yang menjadi hukum internasional bahwa fungsi Kedutaan jelas mendorong kerja sama atau memajukan kepentingan nasional, sedangkan penyadapan itu hina. Kedutaan AS dan Australia tidak boleh jadi pusat dan sarana penyadapan terhadap Indonesia, seperti di dalam dokumen Snowden.

"Saya mengecam sekerasnya penyadapan itu. Ini harus disikapi pemerintah Indonesia bahwa RI sejatinya tidak butuh mereka, tapi memerlukan mitra, bukan pendusta apalagi penista," ujar Ramadhan.

Di era reformasi dan IT, lanjut Ramadhan, RI telah menjadi sangat terbuka, mencari informasi sangat mudah karena semua  jelas. Info apapun dapat diperoleh dari sumber terbuka atau setengah terbuka. "Penyadapan itu short cut dalam mencari info dan hina nista dalam diplomasi. Penyadapan itu simbol keterbatasan atau low quality SDM, memalukan jika AS dan Australia mau melakukannya," kata Ramadhan.

Jika AS dan Australia tidak minta maaf, ujar Ramadhan, maka DPR harus mendesak Pemerintah RI meninjau ulang hubungan dan kerja samanya dengan keduanya, termasuk kerja sama dalam kemitraan strategisnya. Masih banyak negara lain, seperti China, Rusia, Jerman yang  bisa menggantikan posisi AS dan Australia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement