REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Militer Suriah, Kamis (7/11), merebut kembali tiga kota kecil di pinggiran selatan Ibu Kota Suriah, Damaskus, setelah melancarkan pukulan keras terhadap kelompok bersenjata.
Dengan menyebutnya sebagai prestasi strategis saat mengumandangkan lagu kemenangan, stasiun TV negara mengudarakan pernyataan singkat dari Komando Umum Angkatan Darat Suriah. Di dalam siaran itu, Angkatan Darat mengumumkan perebutan kembali secara penuh Kota Kecil Sbaineh Ash-Shugra, Sbaineh Al-Kubra serta Kota Kecil Ghazal di sebelah selatan Damaskus.
"Menguasai daerah penting dan strategis ini telah merontokkan proyek pelaku teror di daerah pinggiran Damaskus dan memperketat cengkeraman atas kelompok pelaku teror," kata pernyataan militer, seperti dilaporkan Xinhua yang dikutip, Jumat (8/11). Ditambahkannya, kemenangan baru tersebut merupakan titik awal untuk menghapuskan sisa kantung pelaku teror.
Sementara itu, Komando Umum Militer menegaskan tekadnya untuk terus memburu kelompok bersenjata guna menghapuskan mereka dan memulihkan keamanan dan kestabilan ke negara yang dicabik perang tersebut.
Banyak ahli menyatakan kemenangan baru militer itu memberi sumbangan dalam mengucilkan gerilyawan di beberapa bagian Damaskus dari mereka di pinggiran barat ibu kota Suriah tersebut. Oposisi, katanya, telah mundur dari Yarmouk dan daerah yang berdekatan, yaitu Hajar Al-Aswad, setelah kehilangan Sbaineh.
Pada hari yang sama, Turki menyita sebanyak 1.200 hulu ledak roket di dekat perbatasan Suriah, demikian laporan kantor berita swasta, Dogan. Dengan mengutip Gubernur Huseyin Avni Cos, Kantor Berita Dogan menyatakan satu truk barang yang dipenuhi hulu ledak, bazoka, rudal, bom dan senjata api disita di Provinsi Adana, Turki Selatan, di dekat perbatasan Suriah.
Laporan tersebut menyatakan, tim polisi Adana menyita senjata itu setelah memburu truk tersebut, yang mula-mula dicurigai bahwa kendaraan itu membawa narkotika, kata Dogan.
Lebih dari 115.000 orang tewas dan sebanyak 2,1 juta orang dipaksa meninggalkan rumah mereka di Suriah, yang sebagian besar ke Yordania, Lebanon, Turki, Irak dan Mesir, sejak konflik itu meletus setelah tindakan keras terhadap pemrotes yang dimulai Maret 2011 untuk menentang Presiden Bashar al-Assad.