REPUBLIKA.CO.ID, MADIUN -- Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Madiun, Jawa Timur, mencatat laju inflasi di kota setempat pada bulan Oktober 2013 mencapai 0,20 persen.
Inflasi tersebut tercatat menduduki peringkat kedua dari tujuh kota penghitung indeks harga konsumen (IHK) nasional di Jawa Timur setelah Sumenep sebesar 0,54 persen dan urutan ketiga ditempati Kota Malang dengan laju inflasi 0,16 persen.
"Inflasi di Kota Madiun pada Oktober 2013 terjadi karena kenaikan beberapa komoditas, di antaranya cabai rawit, cabai merah, mi instan, dan rokok. Kemudian harga batu bata juga masih memberikan sumbangan inflasi dan juga soto, karena ada beberapa responden yang menaikkan harga komoditas tersebut," ujar Kasie Statistik Distribusi BPS Kota Madiun, Sri Marheningrum, Jumat (8/11).
Menurut dia, secara umum inflasi bulan Oktober Kota Madiun dipicu oleh indeks kelompok bahan makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Juga pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar.
Selain disebabkan kenaikan harga komoditas, laju inflasi juga disebabkan adanya momen di bulan Oktober seperti peringatan Hari Raya Idul Adha.
"Bulan Oktober itu ada Idul Adha, kemudian juga hari Senin-nya libur nasional. Meski referensinya tidak satu bulan dan hanya beberapa hari saja, namun memicu terjadinya inflasi untuk kelompok transportasi," kata dia.
Sri Marheningrum menjelaskan, dibandingkan dengan bulan September tahun yang sama, Kota Madiun terjadi deflasi atau penurunan IHK yakni sebesar 0,75 persen.
"Berbeda dengan September, perkembangan harga berbagai komoditas di Kota Madiun pada bulan Oktober 2013 secara umum menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan indeks umum harga konsumen sebesar 147,43 pada bulan September menjadi 147,73 persen pada bulan Oktober sehingga terjadi inflasi bulan ini sebesar 0,20 persen," tambahnya.
Sementara, dari tujuh Kota penghitung IHK di Jawa Timur, tiga kota mengalami inflasi dan empat kota deflasi di bulan Oktober. Adapun empat kota yang deflasi meliputi Kediri -0,10 persen, Jember -0,12 persen, Probolinggo -0,15 persen, dan Surabaya -0,16 persen.