REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Mabes Polri terus berusaha meyakinkan masyarakat bahwa aksi penembakan oleh polisi kepada sipil bukanlah kejadian lumrah. Polri mengatakan, langkah pemberian senjata kepada setiap anggota selalu dilakukan melalui prosedur ketat
Dimulai dari pengecekan lampiran permohonan, pemeriksaan kesehatan, psikologi hingga restu pimpinan dilakukan dengan teliti. Polri mengklaim sudah melakukan pengawasan ketat agar perilaku asal tembak jangan sampai terjadi.
“Bahkan sebetulnya tes senpi (senjata api) dilakukan pemeriksaan psikologi pada angota yang diberikan kepercayaan membawa (senpi),” ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Agus Rianto di kantornya Senin (11/11).
Di luar itu Agus berujar, Mabes Polri tetap mengakui kesalahan yang dilakukan oleh beberapa anggotanya yang tetap kelewatan berbuat salah dengan senpi yang dimiliki. Contoh kasus yang dilakukan oleh Briptu W, anggota Brimob Kelapa Dua, Depok yang menembak seorang satpam di Cengkareng, Jakarta Barat (Jakbar).
Pembunuhan yang dilakukan W Selasa pekan lalu membuat nama Korps Brimob pimpinan Irjen M Rum Murkal khususnya dan Mabes Polri umumnya tercoreng. Untuk itu, Agus berujar Polri menyampaikan maafnya kepada siapa pun yang menjadi resah akibat aksi anggotanya yang asal tembak.
“Dari 400 ribu lebih anggota Polri, ada hal-hal yang dilakukan di luar aturan, kita minta maaf dan mohon koreksi dari masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, Selasa (5/11) W menembak Bachrudin, seorang Satpam di kawasan Ruko Cengkareng, Jakbar. Dari pengakuan W, dia berniat menakut-nakuti korban dengan senpi yang ia bawa.
Namun, pistol jenis revolver miliknya meletus dan menghujam dada kiri korban. Dia sendiri menakut-nakuti karena tidak mendapat gerakan hormat dari korban yang baru bekerja tiga bulan ri komplek Ruko tersebut.