REPUBLIKA.CO.ID,
Kemenag mengaku mulai mendistribusikan 5,5 juta buku nikah ke sejumlah daerah.
JAKARTA — Munculnya masalah pernikahan, seperti buku nikah, menunjukkan perlunya evaluasi penyelenggaraan pernikahan di Indonesia. Anggota Komisi VIII Achmad Rubae mengatakan, persoalan pernikahan ternyata belum sepenuhnya tuntas.
Ia mengatakan, beberapa waktu lalu muncul indikasi pungutan liar (pungli) biaya nikah yang dilakukan beberapa Kantor Urusan Agama (KUA) di beberapa daerah. Kini, muncul kembali permasalahan kelangkaan buku nikah di beberapa daerah.
“Kami usulkan, setelah reses November ini, kita kembali akan bahas evaluasi penyelenggaraan pernikahan secara menyeluruh dan akan memanggil Kementerian Agama (Kemenag),” ujar Achmad, Ahad (10/11). Selama reses, Komisi VIII akan menyerap masukan dari daerah.
Komisi VIII, kata dia, akan menyampaikan keluhan dan masukan tersebut ke Kemenag. Ia menjelaskan alasan langkanya buku nikah oleh Kemenag karena masalah terlambatnya pengesahan anggaran tidak sepenuhnya benar.
Hal ini karena anggaran buku nikah sudah masuk rancangan tetap APBN dan telah disahkan pada APBN 2013 di Oktober 2012.
Sedangkan, alasan pengesahan APBN Perubahan 2013 yang terlambat pada Juni 2013, terang dia, lebih pada anggaran tambahan Beasiswa Siswa Miskin (BSM) dari Kartu Perlindungan Sosial (KPS).
“Jadi, tidak ada alasan buku nikah langka karena ini program rutin, bukan darurat,” kata Achmad. Langkanya buku nikah lebih pada terlambatnya pengelolaan dan perencanaan jadwal yang tidak beres yang dilakukan Kemenag.
Usulan evaluasi masalah layanan pernikahan ini, terang dia, juga akan membahas kembali tingkat kepatutan biaya pernikahan di beberapa daerah. Pembahasan tingkat kepatutan biaya pernikahan untuk melihat kemampuan masing-masing daerah.
Langkah ini juga untuk menghindari aksi petugas KUA yang membanderol harga pernikahan di luar batasan yang telah ditentukan. Di sisi lain, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenag M Jasin mengingatkan agar kelangakaan buku nikah sebagai layanan bagi masyarakat ini tidak akan terulang kembali.
Menurut dia, perlu dilakukan pemantauan secara online terhadap buku nikah di daerah perkotaaan maupun kabupaten. Jadi, harus jelas status ketersediaan buku nikah di wilayah masing-masing. Ia mengemukakan, persediaan buku nikah harus cukup di tingkat kantor wilayah (kanwil) atau provinsi.
Terutama, di wilayah yang memiliki kecenderungan kenaikan jumlah nikahnya tinggi per tahun. “Selanjutnya, buku nikah diatur secara baik pendistribusiannya secara berkala ke kabupaten/kota di seluruh Indonesia.”
Sebelumnya, Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan, terjadinya kelangkaan buku nikah di beberapa daerah karena pencairan APBN Perubahan 2013 yang baru disahkan pertengahan tahun. Dampaknya, proses tender tentang buku nikah tersebut ikut terlambat.
Kejadian seperti itu layaknya efek domino, mata rantainya jadi panjang jika diurai. Apalagi, anggaran 2013 kementerian baru turun pada Juli. Enam bulan ke belakang, Kemenag praktis kesulitan untuk mengatur agenda kegiatannya karena ketiadaan dana.
Keterlambatan anggaran ini juga sebagai akibat adanya sikap kehati-hatian yang dilakukan oleh pemerintah. “Tender percetakan terlambat dan kini juga tender untuk distribusi juga terlambat. Akibatnya, ada daerah yang kekurangan buku nikah,” ujar Suryadharma.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Ditjen Bimas) Islam Kemenag memastikan sudah memulai mendistribusikan 5,5 juta lembar buku nikah untuk mencukupi kekurangan buku nikah di beberapa daerah.
Dirjen Bimas Islam Abdul Jamil mengatakan, pendistribusian buku nikah hampir tuntas. Setidaknya, sudah ada 400 ribu buku nikah cadangan sudah dikirim ke daerah yang kekurangan, seperti Jawa Timur, Jawa Barat, dan NTB.