REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sikap abai DPP Partai Golkar terhadap saran dan masukan Akbar Tandjung mencerminkan absennya otoritas Akbar di internal Golkar. Jabatan Akbar pun dinilai sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar lebih berfungsi sebagai simbol pemersatu.
Meski demikian, pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Gungun Heryanto menjelaskan, penolakan DPP Golkar melibatkan DPD II dalam rapimnas – sebagaimana diusulkan Akbar – bisa mengganggu soliditas Golkar di Pemilu Presiden 2014.
Oleh karena itu, ia meramalkan, soliditas Golkar hanya akan mampu bertahan hingga pelaksanaan pemilu legislatif. “Akan ada potensi penggembosan saat pencapresan,” katanya, saat dihubungi RoL, Senin (11/11).
Dia menjelaskan, di DPP Partai Golkar, Akbar sudah tidak lagi memiliki otoritas untuk menentukan keputusan partai. Dia menilai, penempatan Akbar sebagai ketua dewan pertimbangan lebih mengarah pada politik akomodatif yang dilakukan kubu Aburizal Bakrie (Ical). “Agar para loyalis Akbar tidak merecoki dari dalam,” ujarnya.
Gungun mengatakan, hilangnya kekuasaan Akbar dari institusi Golkar bisa saja dialami Ical pascalengser dari kursi ketua umum. Hal ini karena, menurutnya, Golkar memang memiliki tradisi bahwa mereka yang menjabat ketua memiliki kekuasaan penuh di internal partai.
“Kalau ARB sudah tidak jadi ketum akam mengalami hal yang sama seperti Akbar (kehilangan otoritas),” ujarnya.