REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pelayaran Indonesia (Pelindo) II menyatakan belum bisa mengeksekusi pembangunan Pelabuhan Sorong karena masih terganjal perizinan. Direktur Utama Pelindo II RJ Lino mengatakan perseroan masih menunggu izin dari dua kementerian. "Ada prosesnya. Kami sedang tunggu perizinan dari Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kehutanan," ujar Lino kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/11).
Perencanaan dan desain pelabuhan tersebut sudah selesai dibuat. Jika izin diperoleh sebelum awal tahun depan, pelabuhan ini akan selesai di 2015. Perseroan hanya memerlukan dua tahun untuk membangun pelabuhan yang akan menjadi pusat bongkar muat di wilayah timur Indonesia tersebut.
Pelabuhan Sorong diyakini akan memberikan dampak luas terhadap ekonomi Indonesia. Pasalnya pelabuhan tersebut akan menjadi yang terluas di Indonesia bagian timur sehingga mempermudah pengiriman barang dari berbagai negara seperti Papua Nugini dan Australia. Biaya logistik pun bisa diturunkan.
Turunnya biaya logistik akan menjadi insentif bagi perusahaan. Sehingga akan lebih banyak perusahaan yang membangun pabrik di timur Indonesia. "Dan dijual ke Jawa," kata Lino.
Rencananya, Pelindo akan membangun pelabuhan tersebut di atas lahan seluas 7.500 hektare. Ini ratusan kali lebih luas dari Pelabuhan Tanjung Priok yang hanya 600 hektare. Lino memperkirakan dana yang diperlukan untuk pembangunan Pelabuhan Sorong sebesar Rp 1,6 triliun-Rp 2 triliun.
Pelindo II sengaja mematok pembangunan seluas 7.500 hektare. Lino menilai, pelabuhan baru harus dibangun di atas lahan yang luas. Pasalnya kehadiran pelabuhan akan menciptakan permukiman. Sehingga jika lahan pelabuhan hanya 100-200 hektare, ketika permukiman semakin padat, kesempatan pelabuhan untuk memperluas kapasitas akan semakin sulit.
Ketika ditanya pembangunan pelabuhan ini akan mengurangi dwelling time, Lino menyanggahnya. Menurutnya waktu tunggu tidak bergantung pada besarnya pelabuhan, melainkan birokrasi pemerintah. Menurutnya percuma saja pelabuhan dibangun luas jika waktu tunggunya lama dan barang tidak bisa keluar. "Pelabuhan seharusnya kosong," kata Lino.
Pada saat yang sama, Pelindo II melakukan penandatanganan kesepakatan dengan Bank Dunia untuk menyediakan advisory service dalam rangka memperbaiki sistem logistik di Indonesia. Seperti diketahui, biaya logistik di Indonesia mencapai 24 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sehingga biaya logistik ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.