Rabu 13 Nov 2013 18:03 WIB

Pengacara Anas: Ada Upaya Politik Membungkam PPI

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
Ketua Tim Kuasa Hukum Anas Firman Wijaya (tengah)
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Ketua Tim Kuasa Hukum Anas Firman Wijaya (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Anas Urbaningrum, Firman Wijaya mengkritisi penggeledahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada Selasa (12/11), KPK menggeledah rumah Jalan Teluk Langsa, Duren Sawit, Jakarta Timur.

Penggeledahan itu terkait dengan tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan sarana dan prasarana olah raga di Hambalang, Machfud Suroso. KPK menyebut penggeledahan dilakukan di rumah Atthiyah Laila, istri Anas.

Namun, tempat itu juga merupakan markas Ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI). "Secara yuridis memang milik Anas, tapi secara fungsional itu kantor orang. Masuk kantor orang tanpa izin, gimana?" kata dia di gedung KPK, Jakarta, Rabu (13/11).

Dalam penggeledahan itu, KPK juga turut menyita uang senilai Rp 1 miliar. PPI mengklaim dana itu milik organisasinya. Menurut Firman, soal uang disimpan di rumah itu merupakan urusan kegiatan PPI. Ia justru melihat ada indikasi lain dengan penyitaan barang milik PPI. "Kalau itu betul, ada upaya secara politis membungkam PPI juga," kata dia.

Firman juga mempersoalkan penyitaan terhadap paspor milik Atthiyah. Ia mengatakan, seharusnya urusan paspor menjadi kewenangan Ditjen Imigrasi Kemenkumham. "Bahwa ada kebutuhan pencekalan, lakukan prosesnya. Bukan diambil begitu saja. Ini ada mekanismenya," kata dia.

Nama Atthiyah memang disebut dalam surat dakwaan terdakwa kasus dugaan korupsi proyek di Hambalang, Deddy Kusdinar. Atthiyah disebut sebagai komisaris PT Dutasari Citra Laras (PT DCL), perusahaan subkontraktor pemenang salah satu lelang proyek di Hambalang, KSO Adhi-Wika. Atthiyah disebut juga mempunyai saham dalam perusahaan tersebut. Termasuk Machfud Suroso dan Munadi Herlambang.

Firman tidak menyangkal Atthiyah pernah menjadi komisaris di perusahaan tersebut. Ia mengatakan, Atthiyah sudah mengundurkan diri pada 2009. Mengenai kaitannya dengan proyek di Hambalang, Firman mengatakan, KPK bisa dengan sederhana melakukan pengecekan.

"KPK bisa menelisik ke lapangan apakah Bu Atthiyah terlibat. Ikut rapat tidak? Mudah dong itu bisa dicek banking-nya," kata dia.

Mengenai kabar pemalsuan mundurnya Atthiyah pada 2009, Firman meminta pembuktiannya. Apabila memang ada usaha untuk menutup-nutupi keterlibatan Atthiyah, menurut dia, dapat dilihat dari aktivitas di lapangan.

"Misalnya komisaris berubah posisi, tapi aktivitas kelihatan di lapangan. Ada berita acara pelaksanaan di lapangan. Tapi kalau hanya dipinjam nama, ya selesai," kata dia. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement