REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Penetapan upah minimum provinsi (UMP), akan molor lagi pekan depan, setelah hasil survei kebutuhan hidup layak belum semua kabupaten selesai.
Dewan Pengupahan Provinsi (DPP), masih mengagendakan rapat dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan serikat buruh.
UMP Lampung masih menunggu pembahasan laporan survey KHL dari berbagai kabupaten/ kota di Lampung.
Hingga Rabu (13/11), dua daerah masih belum menyerahkan hasilnya, yakni Lampung Tengah dan Lampung Selatan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lampung, Heri Suliyanto, mengatakan rapat penetapan UMP diperkirakan akan berlangsung pekan depan. "Pekan ini selesai, kami tidak ingin molor terus," kata Heri.
Dalam menetapkan UMP ini, pihak DPP, Apindo, dan serikat buruh, melihat hasil survey yang didapat dari angka KHL. Disnakertrans menyebutkan angka KHL terendah berada di Kabupaten Tulangbawang sebesar Rp 1,353 juta, sedangkan KHL tertinggi berada di Kabupaten Mesuji sebesar Rp 1,7 juta.
Ketua DPP Lampung, Heri Munzaili, mengatakan dalam penetapan UMP harus memperhatikan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), fluktuasi mata uang asing, dan inflasi. "Sehingga, pembahasan UMP ini akan berjalan sengit," ujarnya.
Ia mengatakan kenaikan BBM beberapa waktu lalu, dapat berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan kaum buruh. Selain itu, juga berpengaruh dengan konsumsi BBM bagi perusahaan tempat buruh bekerja. Untuk itulah, ia menambahkan kenaikan UMP akan terjadi pembahasan yang alot dengan pengusaha karena beban BBM.
Menurut dia, dalam survey KHL, pihaknya masih mempertahankan 60 poin yang sudah disepakati, dan tidak menggunakan 84 komponen yang diaspirasikan pihak buruh. Ia mengatakan 60 komponen sudah mengakomodasi kebutuhan buruh, sehingga tidak ada lagi penambahan.