REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan berpendapat bahwa pemiskinan koruptor dengan pengambilan aset atau harta kekayaan hasil korupsi dari si pelaku dan keluarganya tidak mengandung unsur pelanggaran hak asasi.
"Prinsipnya pengambilan kembali harta hasil korupsi bukanlah suatu tindakan yang melanggar hak asasi. Saya yakin tidak ada pelanggaran hak asasi keluarga koruptor dalam proses pengambilan aset ini karena yang disita kan yang hasil korupsi," kata Ade saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Menurut Ade, bila penyitaan harta koruptor yang merupakan hasil korupsi tidak dilakukan, hal itu justru akan melanggar hak asasi orang banyak. "Sebab harta hasil korupsi itu kan biasanya harta yang diperoleh dari uang publik," ujarnya.
Bahkan, ia menyarankan agar dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dimasukkan aturan bahwa proses penyitaan aset hasil korupsi itu tidak hanya dilakukan terhadap si pelaku korupsi saja, tetapi keluarga si koruptor juga harus diperiksa kekayaannya.
"Harta kekayaan yang ada pada keluarga yang merupakan hasil korupsi juga harus disita, dan keluarga yang terlibat pun dikenakan sanksi," katanya.
Ade menambahkan, eksekusi pengambilan harta hasil korupsi harus segera dilakukan setelah diperoleh pembuktian dan sudah diputuskan aset tersebut memang hasil korupsi. "Kalau sudah terbukti dana atau barang hasil korupsi harus disita secepatnya. Jangan sampai dananya itu keburu dibekukan oleh si koruptor," kata dia.
Lebih lanjut ia mengatakan, untuk mempercepat proses pengambilan aset hasil tindak pidana korupsi, pemerintah dapat membentuk kerja sama antara lembaga-lembaga terkait, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kejaksaan.
ICW sebelumnya menilai penanganan kasus korupsi seringkali masih berujung dengan vonis yang mengecewakan di pengadilan.
Rendahnya efek jera yang ditimbulkan sanksi hukum terhadap koruptor membuat beberapa pihak mengusung strategi pemiskinan koruptor dengan penerapan dua undang-undang, yakni Undang-Undang (UU) Tipikor dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang.