REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri tidak akan memudahkan pemekaran Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, yang ingin membentuk daerah otonom baru (DOB) Luwu Tengah. Alasannya dalam menyampaikan aspirasi terkait hal tersebut menggunakan cara kekerasan
.
"Pemekaran daerah itu tidak akan dimudahkan, malah akan menimbulkan efek negatif dan menjadi catatan kami bahwa wilayah tersebut melakukan aksi kekerasan dalam upaya pemekaran daerah," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Djohermansyah Djohan di Jakarta, Rabu (13/11).
Dia mengatakan aksi massa yang dilakukan untuk menuntut pembentukan DOB tersebut bertentangan dengan esensi tujuan dari pemekaran daerah, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Namun dengan berbagai bentuk kekerasan yang terjadi seperti di Luwu tersebut tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
Kemendagri juga minta pejabat dan elit politik setempat untuk menyampaikan aspirasi pembentukan DOB dengan cara yang terhormat sesuai dengan kaidah demokrasi.
"Itu menjadi tragedi demokrasi lokal karena dalam upaya pemekaran daerah sampai ada korban jiwa, padahal belum tentu akan dibahas sekarang, ini kan korban sia-sia," tambah dia.
Satu warga tewas akibat bentrokan yang terjadi di Kecamatan Walenrang Lamasin, Kabupaten Luwu di Provinsi Sulawesi Selatan.
Kericuhan tersebut terjadi setelah sebelumnya sekelompok massa melakukan upaya pemblokiran jalan trans Sulawesi selama dua hari sebagai bentuk tuntutan pembentukan Kabupaten Luwu Tengah.
Akibatnya, polisi setempat melakukan tindakan preventif, dengan dibantu aparat dari TNI dengan total 700 personel, membubarkan paksa aksi massa yang dilakukan oleh sedikitnya 2.000 orang tersebut.