REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Pemerintah Sri Lanka mengingatkan Perdana Menteri Inggris untuk tak mengungkit kejahatan perang. Bagi Sri Lanka, kedatangan PM David Cameron adalah untuk menghadiri pertemuan puncak Persemakmuran di Kolombo. Bukan untuk membicarakan hak asasi manusia di Sri Lanka.
Sebelumnya Cameron menolak untuk memboikot pertemuan puncak seperti permintaan perwakilan Tamil dan oposisi Partai Buruh.Ia menyatakan, dikutip dari BBC, akan menggunakan kunjungan itu untuk menyoroti catatan hak asasi manusia di Sri Lanka. Namun Menteri Media Massa dan Komunikasi, Keheliya Rambukwella, menegaskan kedatangan Cameron tak terkait hal itu.
Ia juga menyatakan Sri Lanka adalah bangsa yang berdaulat. Sehingga tak bisa seseorang menuntut sesuatu kepada Sri Lanka. ''Kami bukan koloni, kami adalah sebuah bangsa yang merdeka,'' ucap dia kepada BBC, Kamis (14/11).
Presiden Sri Lanka, Mahinda Rajakpaksa, juga mengecam wartawan dan kelompok hak asasi manusia yang menanyakan catatan HAM di negeri itu.Dalam pertemuan itu, ia mengatakan pemerintah terbuka dengan segala keluhan pelanggaran. Ia menitikberatkan kepada aksi rezim yang dilakukan selama atau sesudah perang saudara 27 tahun. Selain itu pemerintah juga tak pernah menyembunyikan pelanggaran.
Ia juga mengatakan Sri Lanka juga memiliki sistem untuk setiap pelanggar HAM, entah itu penyiksaan atau pemerkosaan. Pemerintah juga siap untuk mengambil tindakan apa pun kepada pelanggar HAM. Walau begitu sebenarnya Sri Lanka selama ini menolak tuntutan dunia internasional dan PBB untuk penyelidikan independen. Khususnya terkait dugaan kekejaman yang dilakukan kepada oleh tentara dan oposisi selama perang.
Kelompok HAM selama ini menuntut semua anggota negara untuk memboikot acara itu. Sekjen Negara Persemakmuran, Kamalesh Sharma membela acara puncak di Kolombo itu.Ia mengatakan pertemuan itu memungkinkan Persemakmuran mempertanyakan isu HAM kepada Sri Lanka. Hal itu menunjukkan Persemakmuran mengambil tindakan.