REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah LSM yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Mahkamah Konstitusi menyatakan pembentukan Dewan Etik Mahkamah Konstitusi adalah ilegal dan tidak terlalu dibutuhkan pada saat ini.
"Ada beberapa argumen kenapa kami memandang Dewan Etik tersebut ilegal dan tidak dibutuhkan," kata Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR, salah satu LSM yang tergabung dalam Aliansi Erwin Natosmal Oemar dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (15/11).
Selain ILR, LSM lainnya yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Mahkamah Konstitusi adalah Indonesian Corruption Watch (ICW), Leip (Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan), Perludem (Perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi), YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), dan MaPPi (Masyarakat Pemantau Peradilan) FH UI.
Menurut Aliansi, beberapa poin yang merupakan kelemahan mendasar dari Dewan Etik yang dibentuk oleh MK tersebut antara lain tidak ada dasar hukum karena tidak diatur dalam satu pun undang-undang atau peraturan perundang-undangan. "Implikasinya, setiap orang atau hakim MK yang dipanggil oleh Dewan Etik tidak memiliki kewajiban untuk mematuhinya," ujarnya.
Selain itu, pembentukan Dewan Etik MK dinilai mubazir karena bertentangan dengan dibentuknya Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) sebagaimana maksud dari Perpu No 1 Tahun 2013 yang saat ini sedang berjalan. Pembentukan tersebut juga dinilai akan berimplikasi terhadap proses penganggaran yang ada di MK karena dibutuhkan adanya anggaran untuk kebutuhan operasional Dewan Etik MK.
"Jika Dewan Etik ini tetap berjalan dan memerlukan anggaran, MK harus menjelaskan dari mana anggaran untuk membiayai lembaga tersebut. Apabila MK tetap bersikukuh dengan menjalankan Dewan Etik ini dengan pembiayaan 'siluman', tentu saja hal itu adalah tindakan yang koruptif," katanya.
Karena itu, MK dan segenap jajarannya yang tidak bisa menjelaskan dan mempertanggungjawabkan dari anggaran mana yang digunakan untuk membiayai sebuah kegiatan yang tidak ada dasar hukumnya bisa dikenai pasal korupsi. Sementara poin terakhir adalah keberadaan Dewan Etik MK ke depannya dinilai tidak akan produktif dan independen karena dalam menjalankan tugasnya Dewan Etik akan dibantu sekretariat yang ditetapkan Sekjen MK.
"Apakah mungkin sekretariat Dewan Etik (yang sehari-hari bekerja) yang posisinya ditetapkan dan berada di bawah Sekjen dapat memeriksa hakim konstitusi? Tentu saja, dengan struktur demikian, Dewan Etik ini tidak akan independen dalam memeriksa hakim konstitusi," tegasnya.