Jumat 15 Nov 2013 16:27 WIB

BI Serahkan Proses Izin Akuisisi Bank ke OJK

Rep: Satya Festiani/ Red: Nidia Zuraya
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses perizinan akuisisi sejumlah bank akan dilempar oleh Bank Indonesia (BI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sejumlah bank kini tengah menunggu keputusan proposal perizinan dari proses akuisisi. Adapun bank-bank tersebut antara lain PT Bank Danamon oleh DBS, Bank Tabungan Pensiunan Negara (BTPN) oleh Summitomo, ICB Bumiputera oleh MNC Group, dan lainnya.

Bank sentral hingga kini belum memberikan kepastian perizinan. Padahal peralihan pengawasan perbankan ke OJK kurang dari dua bulan. "Perizinan sekarang di tangan Pak Gubernur. Lagi ditangani pak Gubernur BI (Agus Martowardojo," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah, di Jakarta, Jumat (15/11).

Halim mengatakan, untuk mendapatkan izin, terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Kondisi bank yang akan diakuisisi harus dalam keadaan baik dan sehat. Dalam proses pemeriksaan proposal, BI menemukan ketidaklengkapan persyaratan sehingga BI memberikan waktu 3 bulan untuk melengkapi ke persyaratan tersebut.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengingatkan bahwa bank-bank yang melakukan aksi korporasi agar menyesuaikan komposisi kepemilikan sahamnya sesuai batasan yang ditetapkan. Pada 6 Maret 2013 lalu, BI memberlakukan sebuah Surat Edaran BI No. 15/4/DPNP yang merupakan tindaklanjut dari diterbitkannya PBI No. 14/8/PBI/2012 tanggal 13 Juli 2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum.

Dalam surat edaran tersebut, otoritas perbankan ini membuka investor asing untuk bisa memiliki saham lebih dari 40 persen pada sebuah bank umum. Syarat-syarat tersebut yaitu harus terdapat penilaian Tingkat Kesehatan (TKS) dan  dan Good Corporate Governance (GCG) selama tiga periode berturut-turut, Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai profil risiko dan modal inti (tier 1) menggunakan posisi penilaian dalam satu tahun terakhir. Di samping itu, pemegang saham wajib mendapatkan rekomendasi dari otoritas pengawasan dari negara asal.

Agus mengatakan proses pengalihan saham kepada pihak lain harus memperoleh kejelasan dari otoritas. "Kami tidak menginginkan terjadinya jual beli izin usaha karena pada prinsipnya izin usaha yang diberikan adalah fasilitas oleh negara dan tidak dapat dipindahtangankan tanpa persetujuan otoritas berwenang," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement