REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) membantah telah mengirimkan bantuan militer kepada Pemerintah Suriah, salah satu dari sedikit sekutunya, dalam pertempuran melawan pasukan oposisi setelah laporan media mengatakan bahwa Pyongyang telah mengirim penasehat dan pilot-pilot helikopter.
"Beberapa media asing mengembangkan informasi yang tidak tepat bahwa DPRK (Republik Demokratik Rakyat Korea) memasok peralatan perang ke Suriah, bahwa penerbangnya terlibat langsung dalam serangan udara terhadap tentara oposisi di Suriah," kata kantor berita pemerintah Korea Utara, KCNA, beberapa waktu lalu.
The Jerusalem Post melaporkan pada Oktober bahwa 15 pilot helikopter Korea Utara beroperasi di Suriah "atas nama rezim Presiden Bashar Assad" dan mengatakan laporan itu telah dikonfirmasi oleh Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia.
Laporan lain telah mengidentifikasi keberadaan petugas artileri Korea Utara di Suriah, meskipun mereka dikatakan tidak terlibat dalam pertempuran.
Korea Utara memiliki hubungan lama dengan Suriah dan membangun sebuah reaktor plutonium di sana yang dihancurkan oleh serangan Israel pada tahun 2007. Korea Utara juga memiliki hubungan dengan program senjata kimia Suriah.
Berdasarkan kesepakatan yang ditengahi oleh Rusia dan Amerika Serikat, Bashar setuju untuk memusnahkan semua senjata kimia Suriah setelah Washington mengancam akan menggunakan kekerasan sebagai reaksi atas serangan gas sarin yang menewaskan ratusan orang pada 21 Agustus.
Laporan media Jepang pada bulan Agustus mengatakan Turki telah mencegat pengiriman masker gas dan senjata ringan dari Korea Utara ke Suriah. Korea Utara berada di bawah sanksi PBB untuk program senjata nuklir dan peluru kendalinya serta perannya dalam mengembangkan teknologi nuklir dan peluru kendali.