REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Tidak mudah bagi partai sayap kanan Eropa menghantam umat Islam dengan isu imigran bila tidak satu suara. Situasi itu disadari betul hingga tercetus pertemuan bersama enam partai sayap kanan Eropa di Wina, Austria.
Munculnya pertemuan ini menandakan keseriusan kelompok sayap kanan yang berulang kali gigit jari gagal mempengaruhi masyarakat Eropa menolak keberadaan komunitas Muslim. Dalih larangan jilbab, burka hingga menolak kehadiran menara masjid tak jua berhasl menekan komunitas Muslim.
"Kami ingin kerja sama yang konstruktif, positif dan patriotik," ungkap anggota Partai Kebebasan Austria (FPO), Nobert Hofer seperti dilansir reuters, Ahad (17/11).
Menurut Hofer, partai sayap kanan Eropa harus bekerjasama bukan melawan satu sama lain soal isu Islam dan Muslim. Masalah zona Euro bisa dikesampingkan, karena ada yang lebih genting.
Perwakilan partai sayap kanan asal Prancis, Italia, Belgia dan Swedia juga berpendapat sama. Mereka perlu memperkuat visi dan misi dalam upaya melawan komunitas Muslim. Ini menjadi prioritas utama.
Upaya ini bukanlah yang pertama, sebelumnya mereka sudah merintisnya jauh-jauh hari. Namun, pertemuan ini tak tahan lama. Karena masing-masing memiliki agenda berikut dengan posisi tawar berbeda.
Belakangan, mereka mulai kembali dari awal. Pertemuan pun dibuat rahasia, agar tidak menarik perhatian. Ini juga dimaksudkan agar tercipta strategi di masa depan. "Pada titik ini, penyatuan sikap lebih penting," ungkap Andreas Molzer, panitia penyelenggara pertemuan tersebut.
Pemimpin Front Nasional Prancis Marine Le Pen bersama koleganya Gert Wilders, Partai Kebebasan Belanda (PVV). Keduanya meminta seluruh partai sayap kanan bersatu.
Pekan ini, mereka tengah bersiap menentukan isu sentral dalam pertemuan. Salah satu isu yang dimaksud adalah imigran.
Secara matematis, apabila masing-masing partai sayap kanan menguasai parlemen Eropa, mereka dengan mudah menentukan kebijakan Uni Eropa ke depan.
Ini jelas mempermudah mereka bergerak. Pertanyaannya, apa semudah itu. Jelas tidak. Mereka membutuhkan 25 perwakilan dari tujuh negara. Ini penting guna membentuk kelompok dengan mendapatkan hak dana, ruang pertemuan, publisitas dan lainnya.
Tidak semua partai sayap kanan setuju akan ide ini. Partai Kemerdekaan Inggris misalnya, menolak bergabung. Begitu pula dengan partai Jobbik atau Golden Dawn di Yunani.