Senin 18 Nov 2013 13:41 WIB

Indonesia Perlu Tingkatkan Literasi Keuangan

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program keuangan inklusif yang tengah dijalankan oleh pemerintah, Bank Indonesia (BI) dan seluruh pemangku kepentingan, harus disertai oleh peningkatan literasi keuangan.Hal tersebut bertujuan agar program keuangan inklusif dapat terakselerasi dengan baik, lebih tepat dan berdaya tahan dapat tercapai.

Demikian dikatakan Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlidungan Konsumen Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono dalam konferensi pers di Gedung OJK, Senin (18/11). "Kita sudah memiliki program keuangan inklusif. Seperti negara lain, ini perlu disertai literasi keuangan. Sebab, salah satu faktor yang mendorong keuangan inklusif adalah meningkatkan literasi keuangan. India, Australia dan beberapa negara telah memiliki strategi literasi keuangan," papar Kusumaningtuti.

Dia menyebut tingkat literasi keuangan yang ditunjukkan dengan akses keuangan di Indonesia menurut Bank Dunia masih sangat rendah yakni sekitar 20 persen. Sementara negara tetangga seperti Filipina telah mencapai 27 persen, Malaysia 66 persen, Thailand 73 persen dan Singapura 98 persen.  

Dalam rangka meningkatkan literasi keuangan di Tanah Air, OJK bersama Asosiasi Lembaga Jasa Kuenagan dari seluruh industri keuangan (perbankan, asuransi, pasar modal, pembiayaan, pegadaian dan dana pensiun) akan meluncurkan Cetak Biru Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia di JCC, Jakarta, Selasa (19/11). Program ini akan diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Kusumaningtuti menjelaskan, Cetak Biru Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia adalah program yang bertujuan untuk mengangkat masyarakat yang tadinya not literated (tidak melek) atau less literated (kurang melek) terhadap keuangan dan produk-produknya yang didasari oleh tiga pilar.