REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat hukum Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) menghadirkan saksi meringankan untuk kliennya dalam persidangan, Senin (18/11). Salah satunya, pengusaha ban, Oke Setiadi.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Oke mengaku sudah mengenal Luthfi sejak Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berdiri pada 1998. Keluarganya juga sempat meminjamkan gedung untuk dipakai sementara oleh PKS.
Bukan hanya itu, menurut Oke, keluarganya juga kadang memberikan infaq untuk partai. "Pada Mei 2012, kami sekeluarga bersepakat infaq ke PKS melalui Bapak Luthfi," kata dia.
Oke mengatakan keluarganya memberikan infaq sebesar Rp 1 miliar. Menurut dia, uang itu diberikan secara tunai langsung kepada Luthfi. Sebagai pedagang eceren, ia lebih mudah untuk memberikan uang secara tunai. Saat ditanya mengenai bukti pemberian uang itu, Oke memang tidak bisa menunjukkannya.
Kedekatan dengan Luthfi membuat Oke dan keluarganya percaya menitipkan uang untuk partai. Selain itu, Oke juga merupakan kader PKS. Ia pernah menjadi salah satu staf PKS bagian luar negeri di bawah Luthfi.
Menurut Oke, pemberian uang Rp 1 miliar itu pun untuk kebutuhan partai menjamu tamu dari luar negeri. "Untuk kepentingan membeli mobil untuk menjamu tamu dari luar negeri," kata dia.
Sebagai kader yang sering diminta menjamu tamu dari luar negeri, Oke mengaku tahu kondisi kebutuhan PKS. Termasuk terkait transportasi. Ia pun meyakini uang infaq dari keluarganya digunakan untuk membeli mobil operasional partai.
Hakim anggota I Made Hendra menanyakan apakah memang uang Rp 1 miliar dari keluarganya yang dibelikan untuk mobil. "Saya tidak tahu," ujar dia. Oke hanya mengatakan, saat Luthfi masih menjabat sebagai Ketua DPP Bidang Luar Negeri, pernah bercerita mengenai kebutuhan untuk melayani tamu dari luar negeri.
Ia pun pernah mendengar Luthfi menceritakan persoalan serupa ketika sudah menjadi presiden partai. Oke juga pada akhirnya mengetahui ada mobil VW Carravelle yang digunakan untuk melayani tamu dari luar negeri. "Sering (menggunakan). Malah saya sendiri yang mendampingi tamu," ujar dia.
Dalam surat dakwaan, Luthfi disebut menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaannya dengan membeli beberapa kendaraan atas nama orang lain, termasuk VW Carravelle.
Dalam persidangan sebelumnya, Kepala Perbengkelan PKS, Agus Trihono mengaku yang melakukan pembayaran atas mobil itu. Ia menyebut mobil Carravelle itu diatasnamakan Ali Imran, supir Luthfi.
Setelah Luthfi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bendahara Umum DPP PKS Mahfudz Abdurrahman pernah berusaha menjadikan mobil Carravelle itu sebagai inventaris partai. Ia bahkan sempat memberikan keterangan itu pada penyidik KPK. Namun dalam persidangan, ia mengaku sudah mencabut keterangan itu.
Staf bagian keuangan DPP PKS, Achmad Masfuri, juga mengakui pernah mendapat arahan Mahfudz untuk mencatat mobil itu sebagai aset partai dan membuat catatan laporan pengeluaran palsu. Namun, ia tidak mengetahui maksud dari Mahfudz memintanya melakukan itu.