REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peredaran produk ilegal di Indonesia masih sangat marak yang terbukti dari hasil pemeriksaan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dimana 70 persen sarana distribusi yang diperiksa dalam Operasi Gabungan Nasional (Opgabnas) masih menjual obat ilegal.
"Selama dua hari pelaksanaan Obgabnas pada 22-23 Oktober 2013 pada 196 sarana, hampir 70 persen diantaranya masih ditemukan menjual produk ilegal," kata Plt Kepala Badan POM Hayati Amal di Jakarta, Selasa (19/11).
Sarana Opgabnas yang diperiksa mencakup sarana produksi dan/atau distribusi meliputi importir, distributor dan retailer yang diduga melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan prioritas sasaran berbeda di tiap daerah, disesuaikan dengan karakteristik wilayah.
Namun, mayoritas operasi tersebut dilakukan terhadap obat, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen maupun pangan ilegal termasuk palsu di sarana produksi maupun distribusi seperti apotek, supermarket, toko, toko obat, gudang, rumah, klinik, dan kios gerobak.
Total nilai keekonomian produk yang disita selama pelaksanaan Opgabnas itu diperkirakan mencapai Rp 4 miliar dan BPOM akan melakukan pemusnahan terhadap produk-produk yang telah disita tersebut. "Kita melakukan operasi gabungan untuk meningkatkan perlindungan masyarakat terhadap obat dan makanan yang gak bermutu," kata Hayati.
Mayoritas produk ilegal yang disita BPOM, disebut Hayati, merupakan produk impor yang membuktikan bahwa Indonesia memang merupakan sasaran dari peredaran obat-obat palsu tersebut. "Produk ilegal impor ini memang terbanyak, karena pasar kita 'seksi', banyak peminat," kata Hayati.
Pada bulan April 2013, BPOM juga melakukan penggerebekan dan penyitaan terhadap delapan item (1,2 juta pieces) obat tradisional ilegal dan dua item (263 ribu pieces) tablet Fenilbutazon dan Afitazon yang digunakan sebagai bahan campuran di sarana produksi di wilayah Provinsi Banten.